Rabu, 01 Februari 2012

CINTA BERTAKBIR

CINTA BERTAKBIR
Sudah tiga tahun setelah Arfat meninggal, telah banyak yang berubah pada dunia ini tak terkecuali diriku.Sepeninggalan Arfat, aku berusaha menjadi perempuan yang tegar dan terus mencoba tak menoleh lagi kebelakang.Selama setahun ini, aku mulai mendekatkan diri pada Allah dan memenuhi perintahnya memakai jilbab.Aku melakukan ini bukan karena semata- mata karena amanat Arfat sebelum meninggal yang menyuruhku mengenakan jilbab.Tetapi itu semua aku lakukan karena Allah.Aku sadar telah lama aku jauh dari Allah, dan kini Allah memberikanku hidayah untuk lebih mendekatkan diri padanya dan mengenakan jilbab pertamaku dari Arfat.Tanpa kusadari telah banyak yang kulalui sendiri tanpa Arfat lagi di sisiku.Namun hingga saat ini aku belum bisa melupakan cintaku pada Arfat.Jangankan melupakan cintaku, membuatnya saja berkurang sangat sulit bagiku.Aku juga tak mengerti mengapa bayang- bayang akan Arfat di masa lalu masih terus menempati memori di otakku.Tak ada yang berubah, termasuk perasaanku pada Arfat.Aku telah mengikhlaskan Arfat pergi dengan tenang pada Yang Kuasa, tetapi rasa cintaku pada Arfat masih seperti yang dulu.
Terkadang aku menangis sendiri ketika mengingat kenanganku bersama Arfat.Begitu banyak kenangan dan memori- memori berarti bagiku saat bersama Arfat.Impian aku dan Arfat mengikat kami dengan tali pernikahan sebagai ibadah kini hanyalah kenangan.Tak terasa umurku yang semakin bertambah mengundang keinginan papa dan mama untuk menyuruhku segera menikah.Diumurku yang 24 tahun ini, aku merasa tertekan dengan desakan desakan mama dan papa yang terus menyuruhku agar cepat- cepat menikah dengan orang- orang yang dipilihkannya untukku.Tak sedikit lelaki dalam setahun ini yang diperkenalkan padaku sebagai calon, tetapi diantara mereka tidak ada yang cocok untukku.Sebenarnya ini bukan hanya masalah cocok atau tidak cocok tetapi ini masalah hati dan masa depanku.Pernikahan bukanlah sesuatu yang main- main tetapi sesuatu yang sangat penting dalam hidup karena aku ingin pernikahan itu hanya sekali dalam hidupku.Baru- baru ini aku dikenalkan dengan lelaki muda lulusan Kairo bernama Ikhsan.Ikhsan adalah anak dari Ustadz Kahfi guru mengaji papa dan mama dulu.Entah apa yang papa dan mama pikirkan hingga mereka menjodohkanku dengan Ikhsan.Secara materi, agama, dan fisik, tidak ada alasan aku menolaknya.Aku tidak dapat mencari kejelekannya untuk kujadikan alasan pada papa dan mama untuk menolak dijodohkan pada Ikhsan.Aku baru sekali bertemu dengan Ikhsan, itu pun hanya beberapa menit ketika orang tua kami membicarakan rencana mereka untuk segera menikahkan kami dengan cara sebelum menikah harus ada perkenalan terlebih dahulu antara aku dengan Ikhsan.Aku dan Ikhsan berencana akan ta’aruf enam bulan sebelum tanggal pernikahann kami ditentukan.Aku tidak ingin mengecewakan papa dan mama lagi, hingga akhirnya aku menyetujui rencana mereka menjodohkanku.Aku tidak ada pilihan karena saat itu aku juga belum punya calon yang lebih baik dari Ikhsan yang akan kusodorkan dan kuperkenalkan pada papa dan mama.
Awalnya aku memandang ikhsan sebagai sosok yang sempurna.Secara fisik ia tidak diragukan, agamanya juga tak diragukan, dia lelaki yang sangat baik, tidak hanya dari tutur katanya yang lembut dan sopan tetapi juga dari sikap dan perilakunya pada semua orang.Dia lelaki yang pintar tidak hanya dalam urusan agama tetapi juga ilmu pengetahuan.Aku sempat tak mendapat celah keburukannya.Tetapi Ikhsan hanyalah manusia biasa yang lambat laun aku sadar kalau semua itu kepalsuannya.Entah mengapa dari awal aku meragukannya.Dia hanya berbuat baik pada semua orang jika aku ada di dekatnya.Tetapi ketika aku tak di dekatnya dia akan berbuat semena-mena pada orang.Sikap kasar dan egoisnya pun mulai ditunjukkan padaku.Hal ini aku sadari ketika dia memaksakan kehendakku untuk segera mengambil keputusan bersedia menikah dengannya.Entah mengapa rasa jijikku padanya mulai muncul sejak hari itu.Ikhsan tidak lebih dari lelaki pada umumnya yang memiliki nafsu setan.Tetapi apa yang harus aku lakukan, karena orang tuaku dan orang tua Ikhsan sudah sangat akrab.Tak mungkin aku memutuskan rencana pernikahan aku dan Ikhsan secara sepihak.Aku tak mau melukai hati papa dan mama yang akan malu pada keluarga Ikhsan jika aku mengacaukan rencana pernikahanku.
Aku berusaha mencintai Ikhsan dan menerima apa adanya dirinya, tetapi sungguh ini masalah perasaan yang tak dapat dipaksa dan diatur semudah membalikkan telapak tangan.Hingga akhirnya aku menaruh hati pada seorang lelaki yang berbeda akidah denganku.Dia adalah Vino hingga namanya berubah menjadi Muhammad Furqan.Aku tak mengerti awalnya mengapa aku bisa menaruh perasaan padanya, lelaki yang berbeda agama denganku, lelaki yang tak pernah kubayangkan akan hadir di hatiku.Aku masih ingat kali pertama aku bertemu dengan Furqan di Halte bus.Ia nampak menyantuni anak jalanan dengan wajah yang nampak tulus dan ikhlas tanpa ada kepalsuan.Waktu itu Furqan tak sekalipun menoleh padaku.Tetapi sungguh ampuni hamba Ya Allah yang mungkin pada saat itu aku telah melakukan perbuatan zalim karena aku tak dapat menjaga pandangan mataku akannya.Itu adalah awal pertemuan kami , dan tidak hanya sampai di situ.Aku dipertemukan kembali dengannya dalam kondisi yang benar-benar ku butuh seorang penolong.Malam itu aku baru saja pulang dari kantor karena ada lembur.Jalan yang paling dekat untuk cepat sampai ke rumah yaitu dengan lewat lorong kecil di sebelah masjid.Malam itu sudah pukul sebelas malam, jalan menuju rumah mulai nampak sepi, aku tak tahu kalau di lorong kecil rahasia itu ternyata kalau malam seperti itu banyak pemuda yang melakukan perbuatan maksiat dengan meminum minuman keras.Jantungku berdetak begitu kencang, pikiranku yang tidak-tidak pun yang akan terjadi pada diriku mulai menghantui.
Namun aku tetap melangkahkan kakiku, dan tiba- tiba saja satu dari pemuda itu menghadangku hendak memelukku tetapi segera kupukul kepalanya dengan tasku yang lumayan berat itu.Seketika pemuda itu tersungkur dan kembali bangun hendak berbuat yang tidak- tidak padaku.Akupun berteriak keras hendak meminta tolong.Dan tiba-tiba nampak dari balik kegelapan seseorang berpostur tubuh tinggi datang dan menolongku hingga akhirnya penglihatanku kabur dan aku tak tahu apa yang telah terjadi padaku.Pagi itu, aku terbangun dari tidurku dan mengira bahwa yang semalam itu hanya mimpi.Ternyata tidak, aku berada di tempat tidurku sendiri dengan mama yang menungguku semalaman dengan cemas.Mama menceritakan semua yang terjadi padaku.Malam itu benar- benar terjadi dan aku ditolong oleh seorang pemuda bernama Vino.Mataku terbelalak ketika mama menyebut orang yang telah menolongku.Kemudian terlintas bayangan orang yang menolongku malam itu.Hatiku mengatakan kalau dia pemuda yang kulihat di halte bus beberapa hari yang lalu sebelum aku ditolong olehnya.Viino, orang yang membuatku jatuh cinta lagi, orang yang membuatku merasa bahwa Arfat hidup kembali.Aku tak mau menyamakan Vino dengan Arfat.Tetapi begitu banyak persamaan yang kebetulan diantara Vino dan Arfat.Sikap jahil, lembut, sopan, ceria, dan peduli Arfat ada pada Vino yang kini kupanggil Furqan.
Hanya tiga bulan aku mengenal Furqan tetapi entah mengapa aku begitu mantap dengan Furqan.Orang tuaku tak tahu tentang hal itu.Aku sengaja menyembunyikan pada mereka tentang orang yang dapat membuatku jatuh cinta lagi.Setiap malam aku selalu dihantui rasa gundah akan cintaku pada Vino yang mungkin dimurkai oleh Allah.Ini memang salahku karena aku jatuh cinta pada Vino, orang yang berbeda akidah denganku.Aku yakin jika Vino memang jodoh yag dikirimkan Allah padaku, Vino akan selalu ada di sisiku.Tetapi jika memang Vino bukan jodoh yang tepat bagiku, Allah akan memisahkan kami bagaimanapun caranya.
Hingga sebulan menjelang pernikahanku dengan Ikhsan, tiba-tiba saja Furqan menghilang dan tak ada kabar.Padahal aku belum mengungkapkan perasaanku pada Furqan begitu juga dengan Furqanl.Aku yakin Furqan juga memiliki perasaan yang sama sepertiku.Tetapi Furqan selalu beranggapan kalau dirinya tidak pantas bagiku karena aku dan dia berbeda agama dan dia tahu betul aku tidak akan menerima seorang pendamping hidup dengan akidah yang berbeda.Perasaanku ketika Furqan tak ada kabar, seperti ada yang hilang dari hidupku.Sama perasaanku ketika Arfat memutuskan untuk ke Jakarta memperdalam agama.Rasa takut kehilangan Furqan sama dengan rasa takut yang pernah kurasakan ketika Arfat tak ada kabar.Aku takut jika sesuatu terjadi pada Furqan.Perasaan cinta dan takutku itu, aku ungkapkan pada papa dan mama.Tetapi sama seperti apa yang kubayangkan.Papa dan mama tidak akan setuju dengan cintaku itu.
Tak terasa hari pernikahanku dengan Ikhsan tiba.Sungguh aku tak dapat mendengarkannya mengucapkan ijab Kabul di hadapan penghulu.Aku hanya bisa menangis dan segera menghentikan Ikhsan mengucapkan ijab Kabul dan berlari meninggalkan Ikhsan.Aku tahu perbuatanku itu akan membuat orang tuaku sedih dan merasa malu.Tetapi aku tak dapat cinta pada Ikhsan.Apalah arti pernikahan yang suci itu tanpa cinta.Bukannya dalam islam jika ada paksaan dalam pernikahan itu haram dilangsungkan pernikahan.Karena islam tidak mengajarkan paksaan.Aku tahu apa yang kulakukan itu salah dan yang paling membuat orang tuaku kecewa karena lelaki yang aku cintai adalah orang yang berbeda akidah denganku.Orang tuaku sempat berpikir kalau aku sudah gila mencintai orang yang tidak lebih baik dari Ikhsan yang jelas- jelas adalah lelaki yang seakidah denganku, lelaki beragama yang baik di pandangan orang tuaku.Tetapi mereka tidak akan pernah mengerti bagaimana menderitannya aku mengikuti keinginan mereka yang selalu memaksaku menikah dengan orang yang tidak kucintai.Entah perasaanku waktu itu pada Ikhsan dapat dikatakan cinta itu hanya sebuah pengaplikasian pengabdianku kepada orang tuaku.Aku tahu mencintai seseorang yang berbeda akidah denganku itu kesalahan terbesarku.Tetapi aku tak ingin mengajari diriku menjadi orang munafik mengakui perasaanku yang sesungguhnya pada Furqan.
Sejak aku membatalakan pernikahanku, seperti apa yang aku bayangkan sebelumnya.Orang- orang membicarakan aku dan keluargaku yang tidak tahu malu membatalkan pernikahanku dan menolak Ikhsan laki- laki yang sudah tentu sangat sempurna di mata mereka.Aku memutuskan pernikahanku dengan segala pertimbangan sebelumnya.Dan aku tahu betul konsekuensi yang aku terima jika aku membatalkan pernikahanku.Biarlah aku dianggap tidak tahu diri karena menolak Ikhsan dari pada aku harus menghabiskan sisa hidupku seutuhnya bersama orang yang suaranya tidak ingin kudengar apalagi harus menghabiskan dan menyerahkan seluruh hidupku kepadanya.Jika aku menikah dengan Ikhsan, itu hanya membuatku menderita dan mengajarkanku menjadi orang munafik yang sangat dibenci oleh Allah.
Orang tuaku pun tidak henti- hentinya menyodorkan laki- laki mapan kepadaku.Aku tahu maksud mereka hanya ingin membuatku bahagia dan menyempurnakan sebagian agamaku.Tetapi sungguh sejak Arfat meninggal, tidak ada yang bisa menggantikan Arfat di hatiku selain Furqan.Tetapi aku tidak tahu di mana Furqan pergi.Dia pergi tanpa mengucapkan satu kata pun kepadaku.Rasa menyesal mengapa aku tidak mengatakan perasaanku padanya yang selalu menghantui dan merasuk jiwaku ketika aku memikirkannya.
Dua tahun telah berlalu.Aku menghabiskan waktu itu dengan menunggu dan berharap suatu saat nanti Furqan datang di hadapanku dan membawa hidupku pada kesempurnaan agamaku.Dalam waktu dua tahun itu, sepertinya orang tuaku tidak bosan- bosannya menjodohkanku dengan laki- laki yang mempunyai latar belakang keturunan sama denganku seperti apa yang diharapkan papa dan mama.laki- laki itu bernama Ikbal.Dia bukan lulusan kairo seperti Ikhsan.Dia juga tidak serupawan wajah Ikhsan yang dapat membuat gadis- gadis jungkir balik melihatnya.Tetapi dia adalah pengusaha batik terkenal di Yogyakarta.Dan menyisihkan sedikit waktunya yang kosong mengajar di salah satu madrasah Aliyah di kota Yogyakarta.Dia bukan orang Yogya asli.Dia lahir di Makassar.Ayahnya orang Makassar dan Ibunya orang Yogyakarta.Papa dan mama beranggapan kalau Ikbal yang terbaik untukku.Bukan hanya dia laki- laki yang sukses tetapi dia memilki akhlakul karimah yang membuat orang- orang menyukainya.Tutur katanya yang lembut dan sopan membuat orang tuaku tertarik menjodohkanku dengan Ikbal.
Aku memang tidak memasang target atau pun tipe tertentu dalam memilih pemimpin hidupku.Aku hanya membutuhkan tiga pertimbangan, iman, agama, dan akhlaknya.Tentunya ketiga pertimbangan itu sudah dipenuhi oleh Ikbal.Tetapi aku sama sekali tidak bisa mencintainya.Tetapi keluargaku dan keluarga Ikbal sudah membicarakan rencana perjodohan kami.Mereka juga menyarankan kami ta’aruf selama sebulan sebelum menikah.Dengan tujuan aku dapat mengetahui betul sifat dan sikap calon suamiku itu dan belajar membuka hatiku untuk Ikbal.Perasaan gelisah kembali melanda batinku apalagi jika aku mengingat kenangan yang pernah terukir bersama Furqan yang kuyakin dia cinta terakhirku.Masih ada waktu sekitar sebulan untuk tetap menunggunya kembali.Namun jika dia tidak kembali.Aku terpaksa harus menerima keinginan orang tuaku untuk menikah dengan Ikbal.Orang yang sesuai dengan apa yang aku inginkan namun tidak aku cintai.
Hingga hari itu tiba.Hari yang membuatku merasa berada di dunia mimpi.Vino kembali dengan nama Furqan.Hatiku sangat miris saat melihatnya dan mendengar suaranya memanggil namaku.Dia nampak berbeda dan sungguh dia bukan Vino yang pernah ku kenal.Bukan cuma penampilannya tetapi juga akhlaknya.Ternyata selama dua tahun ini, Furqan mendalami agama islam setelah dua tahun itu dia memutuskan untuk menjadi muallaf.Perasaan gembira, sedih, dan gelisah bercampur aduk dalam pikiranku saat itu.Gembira melihatnya datang kembali di hadapanku dengan senyuman yang selalu aku rindukan.Sedih karena harus berada diantara dua laki- laki yang sangat sulit aku pilih.Karena aku tidak ingin mengecewakan orang tuaku untuk kedua kalinya dan membuat mereka malu karena perbuatanku.Dan gelisah karena perasaanku yang tidak terungkapkan kepadanya.
Namun, seketika perasaan gelisah itu menghilang ketika Furqan mengatakan bahwa dia mencintaiku dan ingin melamarku dihadapan kedua orang tuaku.Perasaan deg- degan sekaligus bahagia menerjang jiwaku yang pernah hampa tanpa kehadirannya.Tak terasa air mataku membasahi pipiku yang tadinya memerah.Furqan menatapku dengan pertanyaan yang menerpaku.Dan kuceritakan semuanya.Termasuk rencana pernikahanku dua minggu lagi.Ku ungkapkan juga perasaan kecewa dan kesedihanku dengan rencana pernikahanku itu.Namun Furqan hanya tersenyum menatapku dan mengatakan kepadaku kalau aku tidak boleh takut, aku tidak boleh menyesal dan kecewa dengan keputusan orang tuaku.Jika kami memang telah ditakdirkan bersama, tidak satu pun yang dapat mencegah dan mengelaknya.Kemudian Furqan mengatakan kepadaku bahwa dia akan menemui papa dan mama untuk melamarku.Jantungku berdegup dengan kencang, rasanya kakiku tidak menyentuh bumi ini, mataku terbelalak menatap matanya yang mencerminkan ketulusan dan keseriusannya.Lagi- lagi air mataku tak dapat terbendung.Aku menjadi takut dan gelisah sendiri dengan kata- kata yang baru aku dengarkan dari bibirnya.Aku takut, cintaku ini menyakiti banyak orang.Keluargaku, keluarga Furqan dan bahkan yang lebih terluka adalah keluarga Ikbal yang telah menyimpan sepikul harapan di bahuku.Aku semakin gundah dengan apa yang kuhadapi di depan mataku sekarang.Dihadapkan pada percintaan yang tak direstui, pengabdian kepada orang tua,dan penghargaan atas kebaikan dan kesabaran keluarga Ikbal membuat kepalaku sungguh penat.Walaupun kini Furqan telah menjadi muallaf dan memiliki satu akidah dengan aku.Tetapi apa iya papa dan mama mau menerima lamaran Furqan yang tidak berasal dari satu latar belakang keturunan denganku?Apakah iya papa dan mama mau menerima Furqan yang pernah menjadi orang yang sangat dibenci papa dan mama karena beranggapan bahwa Furqanlah penyebab aku membatalkan pernikahanku dulu bersama Ikhsan laki- laki pilihan ayah dua tahun yang lalu?dan apakah setelah menikah nanti keluarga Furqan dan keluargaku dapat menerima aku dan Furqan?Apakah cinta yang kumiliki ini dapat melukai hati keluarga Furqan yang rela keluar dari agamanya dan menjadi muallaf?Banyak pertanyaan yang terlintas dalam benakku di kala itu.
Aku tidak ingin melukai siapa pun dengan cinta yang kumiliki ini.Apakah Allah akan mengizinkan dan meridhai pernikahan kami.Aku tidak ingin melukai hati kedua orag tuaku dan dikatakan sebagai anak durhaka.Tetapi aku tidak mungkin menikah dan menjalani hidupku dengan laki- laki yang sama sekali tidak aku cintai.Terserahlah saat ini orang hendak berkata apa tentang diriku namun aku harus mempertahankan cinta yang kumiliki dan kuberdoa disetiap penghujung malamku agar Allah meridhai rasa cinta yang kumiliki ini.Dan semoga Furqan jawaban atas semua keresahan dan kegelisahan jiwaku selama ini.Dan semoga Furqan lah yang dikirimkan Allah sebagai Imam dalam mahligai keluargaku kelak.Imam yang dapat memimpin dan membimbing aku dan anak- anakku kelak.
Seperti apa yang aku bayangkan.Dengan mengumpulkan keberanian dan iman yang sudah dirakitnya sejak dua tahun, Furqan melamarku dihadapan kedua orang tuaku.Gemuruh amarah papa mendengar Furqan melamarku seolah menggegerkan dunia tempatku berpijak.Isak tangis mama mulai terdengar sambil diiringi ucapan istigfar dan menatapku dengan tatapan yang penuh kekecewaan.Amarah papa semakin membludak ketika Furqan mengatakan bahwa ia ingin mempersuntingkan dan ia mau menjadi pemimpin hidupku.Namun seketika Furqan mengeluarkan kata- kata yang membuat hati papa dan mama luluh.Furqan mengatakan kepada papa dan mama bahwa dia memang bukan lulusan Kairo di Mesir, dia bukan laki- laki kaya yang dapat memberiku segala materi, dia tidak terlahir dari latar belakang keluarga yang sama denganku.Namun ia punya cinta yang diberikan untuk mencintai sang Khalik, ia tidak punya harta yang berlimpah namun ia punya kemampuan terus berusaha dan kegigihan untuk menghidupi aku kelak, dia memang tidak terlahir dari latar belakang yang sama denganku .Tetapi apakah hal ini dilarang oleh Allah dan apakah ada dalil yang dapat menjelaskan hal ini?Allah tidak pernah membeda- bedakan umatnya dengan strata, status, kedudukan, keturunan, pendidikan, kekayaan, atau pun kerupawanan.Namun Allah membedakan umatnya denga keimanan, agama dan aklhlak setiap umatnya.
Kata- kata dan keikhlasan Furqan yang terpancar dari kilau matanya membuat papa dan mama luluh dan mengizinkan Furqan mempersuntingku.Rasa senang dan bahagia merasuki jiwa kami ketika kami duduk sebagai sepasang pengantin yang akan menyempurnakan separuh agama kami.Air mataku tak tertahankan ketika keluargaku dan keluarga Furqan nampak sangat bahagia melihat kami duduk di atas pelaminan dengan cinta Allah yang menyelimuti dan mengizinkan pernikahan kami.
Masalah keluarga Ikbal, papa dan mama sudah berbicara baik- baik dengan keluarga Ikbal dan nampaknya keluarga Ikbal dapat menerima permintaan maaf aku dan keluargaku.Aku tahu bahwa Ikbal akan mengerti karena dia adalah laki- laki yang baik.Laki- laki yang sempurna.Dan bahagialah perempuan yang menjadi istrinya kelak.
Sudah empat tahun aku menjalani pernikahan denga Furqan dan kini kami dikarunia dua orang anak laki- laki yang tampan dan insya Allah berbakti kepada Allah dan orang tua.Kini kami tinggal di kota Semarang karena Furqan harus mengelola pabrik batik yang dibangunnya enam tahun yang lalu ketika dia memutuskan menjadi muallaf.Dan terakhir kali aku mendengar bahwa Ikbal telah menikah dengan seorang gadis pesantren dan kini mereka juga dikaruniai dua orang putra dan putri yang tampan dan cantik dan sangat sopan seperti Ikbal.
Subhaanallah wal hamdulillah walaailaahaillallah wallaahu akbar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar