Senin, 26 Desember 2011

MENGAPA???

Di saat telah ku susun cinta yang sempurna di hatiku,
Mengapa kau hancurkan menjadi puing- puing kenangan?
Di saat hanya kau yang kuingin di sisi,
Mengapa kau tak tahan ragaku tuk menjauh?
Di saat kumulai sendiri di dunia ini,
Mengapa kau memilih tuk pergi?
Di saat kuyakin kau yang terakhir,
Mengapa kau buatku menangis kehilangan?
Di saat rindu berselimut dalam batin akan kehadiranmu,
Mengapa kau tak hadir memberi senyuman?
Di saat hatiku mampu tuk menantimu,
Mengapa kau putuskan tuk menjauh?
Di saat jiwaku mulai teguh tuk terus mencintaimu,
Mengapa kau hancurkan kesetiaan yang telah kujaga?
Ke mana kini kakimu melangkah,
Kurindu kehadiranmu.
Ke mana kini hatimu menuju,
Kuberharap pada gadis yang baik.
Walau kini mungkin kutak di hatimu lagi,
Kenanglah aku sebagai masa lalumu yang pernah ada.
Kusayang kamu...........
28/08/2011
Tak ada untaian puisi terindah yang pernah tercipta dari tangan ini, namun terima kasih kau pernah hadir temani hidupku dan mengukir cerita indah yang menjadikannya puisi terindah dalam hidupku.......
di setiap pagiku terbangun, selalu kurindu hadir dan sapaan manja mu di ujung fajar...kuingin kau tetap di sisi, namun kau punya pilihan yang selalu akan aku hargai...terima kasih kupernah jadi orang spesial di hatimu....
kini kubiarkan kau pergi mencari apa yang mesti kau cari..
walau terasa perih ketika tahu kau bukan untukku lagi,,walau ku rasakan sakit saat kau pergi,,walau hanya air mata yang menemani selepas kau pergi,,kuikhlas kau pergi walau kutau akan sulit.....
Terima kasih untuk empat bulan terindah..
28/08/2011

Kamis, 15 Desember 2011

UNTUK MU KEKASIH YANG SELALU KURINDUKAN...DENGAR BISIK HATIKU WALAU HANYA SEMENIT...KUINGIN KAU MENGERTI APA YANG KINI KURASAKAN TAKUT KEHILANGAN HADIRMU...
DENGARKAN AKU,DENGARKAN KERINDUAN YANG TELAH LAMA KUPENDAM MENYESAKKAN JIWAKU...DENGARLAH KEKASIHKU..ADI NURSYAMSU...

BERI AKU JAWABAN!!!!

Adakah rindu yang terpendam di hatimu?
Sama seperti rindu yang membelunggu jiwaku.
Adakah cinta yang masih utuh di hatimu?
Sama seperti cinta yang tak pernah retak dalam hatiku.
Adakah aku selalu temani mimpi di tiap tidurmu?
Sama seperti kau yang selalu hadir di tiap mimpiku.
Adakah kau masih ingat janjimu?
Sama seperti aku yang mengukir abadi janjiku di tiap celah memori.
Adakah hatimu kini masih untukku?
Sama seperti aku yang mencintaimu sepenuh jiwa.
Namun mungkinkah kini kau telah lari dari himpun cintaku?
Mungkinkah kini kau ingin jauh dariku?
Mungkinkah kini namaku tak di hatimu lagi?
Jawab aku !!!!!
Jika kau inginkan aku pergi....
Kukan pergi membawa keping- keping cintaku yang berserakan.
Kasih.....
Beri aku jawaban!!!!!

CUKUP KENANG AKU....

Dunia hati memanah asmara akan bayangmu
Terbesit dalam kata semua terukir indah
Puing- puing keping hati mulai kutata
Walau tak akan utuh sesempurna yang dulu
Namun kumasih berdiri berharap kau yang dulu
Berlari dalam pandangku hingga kau capai hatiku.
Hatiku masih di sini, retak akanmu
Namun masih sanggup bertahan bagai cermin tak pecah
Kuberikan kau masih cinta yang sempurna
Namun ke mana kini hatimu menuju kuharap hanya padaku
Walau hati mulai merontah tak yakin akanmu,
Kubujuk hati untuk terus berharap kau masih yang dulu
Jika hatimu tak ingin lagi jadi milikku..
Cukup kenang aku di masa lalumu..

SANGGUPKAH AKU????

Kutatap wajah merona bersinar
Nampak parasku di balik cermin
Mata berkaca berkilau berlian
Menyorotkan cahaya kunang- kunang
Rambut hitam tergerai indah berkilau emas
Bibir memerah indah berkicau di balik pandang.
Mata bulat bulu mata lentik mengepak- ngepak
Bak merpati yang siap berpetualang.
Kupandang paras di balik cermin
Senyuman menghias di antara indahnya rona wajah
Bertanya pada hati....
Sanggupkah kumenanti????

KEMBALILAH!!!

Kekasih sejati dalam hidupku
Masihkah kau ingat pada cintaku?
Cinta yang kurajut indah hanya untukmu.
Aku rindu kehadiranmu dalam sepiku yang merasuk.
Aku tak ingin ...
Aku tak mampu membiarkanmu pergi..
Jauh tinggalkanku sendiri bersama sunyi..
Sayangku...
Tahukah kau kini apa yang kurasakan?
Rasanya aku ingin hentikan denyut nadi ini jika kau tak di sisi.
Kekasih penguasa hatiku...
Ke mana kini kakimu melangkah?
Adakah kau melangkah menuju hatiku?
Menjemput cintaku yang merindu akan hadirmu di sisi.
Kembalilah jika tiba saatnya!!!
Jangan biarkan aku menutup mata tanpamu di sampingku.

CEPAT KEMBALI !!!!

Kekasih.....
Ke mana dirimu kini pergi?
Menghilang dalam panadangku
Bersama bayangmu yang masih kurindukan
Kekasih.....
Di mana kini ragamu berpijak
Masihkah hatimu di sini menemaniku?
Aku rindu akan parasmu.
Au ingin senyuman manis di bibirmu
Aku rindu canda tawamu yang menggetarkan jiwaku
Aku ingin kau ada di sini
Bersamaku, menemaniku......
Dalam duka yang kini melanda batin.
Kekasih......
Masihkah ada rindu di hatimu untukku?
Masihkah kau sisihkan rasa cinta di dadamu?
Masihkah kau pernah pikirkanku walau semenit saja?
Adakah kau ingat wajahku ketika kau temui seribu wajah?
Kekasih......
Aku lelah berdiri diam menanti
Aku bimbang entah sampai kapan ku harus menunggu
Menunggu hadirnya dirimu yang dulu kucinta...
Kekasih.....
Tak pernah kah kau rindu genggam tanganku?
Seperti dahulu ketika kita saling memiliki.
Kekasih....
Aku lelah..
Aku tak tahu kapan kau akan kembali membawa cintaku.
Aku lelah.....
Aku ingin berhenti sampai di sini
Namun hati tak mampu
Kekasih.....
Cepat kembali!!
Kembali jemput cintaku yang masih untuh untukmu...

Sabtu, 24 September 2011

MALAIKAT KECIL KOLONG DUNIAKU

Gemerincing koin bertabur
Di tepi kolong langit duniaku
Terik matahari telah menyapa
Dan menerpa jiwa yang tak pernah lelah
Mereka berjalan langkah demi langkah
Menggeser alas dunia
Yang telah akrab dengan suara langkah mereka
Butiran keringat mulai membasahi garis wajah
Dengan ulasan pelangi yang membentang di bibir mereka
Di kala suatu warna yang mereka dambakan telah bersinar
Mereka akan berlari di tengah-tengah kolong dunia
Teriknya matahari menusuk tulang rusuk mereka
Kasarnya debu menyambar pori-pori mereka
Tetapi mereka terus berjalan
Dan mendekap harapan mereka
Tubuh mungil mulai mengetuk kolong dunia
Dengan sekaleng harapan di tangan kanan mereka
Berharap koin demi koin
Menyapa hidup mereka hari ini
Butiran keringat membasahi garis wajah mereka
Dengan ulasan pelangi yang mereka sisipkan
Menyapa hidup yang tak pernah memperdulikan mereka
Tetapi mereka masih tersenyum
Karena itulah mereka yang ku kenal
Malaikat kecil kolong duniaku

SENANDUNG PELACUR

Ringkikan jangkrik berdecak piluh
Dalam rerimbuan rumput liar merapuh
Bersuara melantunkan melodi syahduh
Mengusik kehidupan malam yang lusuh

Bergincu merah berpoles kepalsuan
Berjalan tertatih dalam gelap penuh kerinduan
Dia gadis kini tak dikatakan perempuan
Karena dusta mengejar kehidupan

Malam menerjang keheningan kelam
Dia berjalan menggeser hiruk pikuk malam
Diantara diam membisunya katak menyelam
Bersenandung menyembunyikan kehidupan malam

Wajah lusuh kusam tak berdaya
Meratapi keheningan tak bersuara
Berpikir kalau tak begini diakan mati merana
Karena melodi tak berpihak padanya

Dunianya bagai parsel hancur
Hidup kini tak lagi kencur
Melihat fatamorgana sudah kabur
Karena hidupnya bernapas hanya pelacur

Jumat, 23 September 2011

28 AGUSTUS 2011

28 AGUSTUS 2011
28 Agustus 2011....
Jiwamu hadir dalam hidupku yang mulai gusar
Menitip pesan dalam mimpiku akan kehadiranmu
Kau hadir dalam mimpi burukku
Yang terpuruk dalam penantian malangku
Dengan kisah serupa kau bercerita
Kalimatmu seolah menari indah di telingaku
Mengantarkanku menuju mimpi indah
Kau terbangkanku ke istana cintamu
Kau rangkul aku di atas singgasana mu
Dan bercerita tentang mimpimu
Kau hadir bagai obat
Sembuhkan luka lama yang tak kunjung sembuh
Kau taburkan aku cahaya cinta
Membuatku menjadi ratu di hatimu
Terima kasih sayang....

PENGOBAT LUKA

Dalam hening kumelangkah
Seperti bara yang kupijak
Panas membakar kulitku
Seperti berada di padang pasir
Hatiku masih merengek padanya
Jiwaku pun tak mampu melepas kepergiannya
Hingga engkau hadir dalam mimpi burukku
Laksana gunung es yang menyelamatkanku
Dalam hamburan pasir panas yang menusuk jantungku
Engkau tersenyum dalam mimpi
Mengangkat ruhku untuk berpetualang...
Dalam hening malam membisu
Disela ringkikan jangrik menyapa
Di depan pandang cahaya berlalu
Hanya jendela temanku bercerita
Hanya kibasan gorden kekasih setia yang menghibur
Bibirku bergerak entah berbicara apa
Jantungku berdenyut entah untuk siapa
Kakiku melangkah entah hendak ke mana
Jiwaku merindu, hati pun masih berdusta
Diantara rangkaian bintang malam ini
Kuingin lukis wujudmu di langit yang gelap
Biar tiap sunyi malam menerpa
Engkau masih kulihat walau hanya fatamorgana
Ke mana hatimu kini menuju ku tak peduli
Hatimu kini ada siapa juga aku tak ingin tahu
Namaku kini tak di hatimu lagi, juga tak apa
Namun jika angin tak memberi kabar tentangmu
Kuakan mati merana
Guruku…
Dalam gelap hening napas kehidupan
Engkau hadir memercikkan cahaya
Walaupun sesederhana cahaya lentera
Namun kasih dan ilmu yang tertuang
Dari hati yang tulus
Dapat menggantikan dunia tanpa mentari

Ibu guruku…
Engkaulah Permaisuri pendidikan
Setiap rangkaian kata indah terlontar dari bibirmu
Adalah berlian sebagai bekal kami….
masih tergambar dalam ingatanku
ketika kau berdiri di depan kami
merangkai kata bersenandung ilmu…
sungguh merdu membahana dalam jiwa…

bapak guruku…
engkaulah panglima pendidikan….
Petarung tangguh menyampaikan ilmu….
Walaupun terkadang duka
Menyambut hatimu akan kenakalan kami…
Engkau tetap berdiri tegap tersenyum pada kami
Sungguh mulia hatimu…..

Guruku…..
Terima kasih kuucapkan akan ilmu yang tertuang darimu..
Jasamu tak akan kulupakan
Hingga di akhir hayatku………
Di bawah teduh kolong negeriku
Indonesia…..
Kuberteriak memekik membelah antariksa
Di atas tanah negeriku yang kokoh
Kuberpijak berdiri tegap memandang ilalang
Menaruh kasih akan bangsa dan negaraku

Dalam sanubari terangkai sejuta kasih,
Rindu, bangga akan bangsa dan negeriku
Pelahir kemahadasyatan emosi jiwa
Penghalau tumbuhnya semangat patriot
Perangkai prestasi penanda bakti bagi nusa

Beragam watak, karakter,suku, dan bangsa
Itulah perhiasan bangsaku
Kami berbeda….
kami tak serupa bagai cermin
tetapi kami satu…
satu tujuan mulia….
Untuk Negara dan bangsaku

Di bawah sederhana cahaya lentera
Kumenatap masa depanku secerah mentari
Di bawah gubuk negeriku
Kuberjanji dalam hening ringkikan jangkrik
Membangun prestasi semegah istana
Untuk bangsa dan negeraku…
Terima kasih kuucapkan
Pada pemberi semangat patriot
Pembangun prestasi sebagai bakti
Untuk Bangsa dan negaraku….

CERITA SEKOLAH

Dalam ruangan sederhana
Berdinding hijau muda
Pernahku berharap hari itu kan menimbah ilmu
Diantara barisan dan jejeran bangku sekolah
Pernah duduk berharap ilmu akan kekal
Dalam ingatan menjemput masa depan
Walau terkadang bosan dan kantuk menerjang
Pernah duduk memahami walaupun tak serius
Sesekali bercanda sambil bercakap
Mengganggu menjadi bumbu kala itu
Senyuman dan suara gurau
Menjadi penghangat musim hujan
Yang menerpa jiwa yang masih muda
Berharap hari esok kan menyapa dengan senyuman

KESAKSIAN ANAK TANGGA

Sembilan belas anak tangga sekolah
Pernah ku jamah dalam setahun
Mengarungi desah napas
Dan sesak jantung berdetak

Mengayunkan langkah mengarungi anak tangga
Berharap ilmu hari itu kan tertuang
Dalam kesaksian bisu dinding bercat putih
Pernah setiap hirupan hidup
Kumenyapa nirwana masa depan

Ketika lentingan bel bergeram
Populasi manusia bernyawa
Beradu menggeser langkah menuruni anak tangga
Berbaris di bawah pohon saksi hidup

Ada yang mendengar dengan hikmat
Ada yang bersenda gurau dibalik tong sampah
Ada yang bercakap dalam barisan
Dan ada pula diam termenung gigit jari

Namun itu hanya waktu itu
Karena kita kini harus dipisahkan
Dalam takdir dan ruang masa depan yang berbeda
Dan tiada lagi senda gurau, canda, cakap dan diam
Di bawah pohon dan tengah barisan
Karena hilang ditelan masa depan menjemput

TUA DI SUDUT KELAS

Kugeser langkahku..
Menerjang anak tangga sekolah
Berdialog dalam batin menatap tua di sudut kelas
Bernapas dalam metamorfosa kehidupan
Yang mengantarkan jiwaku berpetualang
Memasuki sela memori otak
Memutus sejenak saraf sadar
Terbawaku ke dalam fatamorgana hidup
Bertanya akan kan matahari terus bersinar
Akan kah gerhana bulan kan kembali
Menemani langit tanpa bintang
Dalam kesaksian di bawah kolong langit
Menghirup atmosfer kehidupan
Di atas hangatnya lapisan pasir berumput
Membisu tak memberi jawaban
Karena hanya aku berdiri menatap tua di sudut kelas
TULISAN

Dalam gaduh kupelintirkan khayalan
Akan mencari kata merangkai kalimat
Kerlingan angin menerbangkan debu
Dalam kelas yang kurindukan
Ocehan, keheningan tiap ingsan
Penutup luka dikala jiwa sepi
Jari- jariku belum juga menari di atas lembar putih
Belum sedikit pun tinta tergores
Kumulai menulis menyusun kata
Walaupun tak bermakna
Kumulai merangkai syair
Walaupun tak bernada pujangga
Kurasakan wangi kloropfil daun bersenandung
Dalam setiap hirupan oksigen
Terfilterisasi menembus ventilasi
Mengepakkan pepohonon ikut bersenandung
Tak seindah rangkain kata penyair berdialog
Menentramkan jiwa menghempas dunia khayal
Tulisan tangan tak berjejer rapi
Tak pula bernada romantis
Namun, inilah yang tercipta untukmu…..
SECARIK KERTAS DALAM SELIPAN SAMPUL HITAM
Sampul hitam motif polkadot merah
Terhiaskan mawar merah hitam mengering
Di sudut kanan sampul
Nampak kusam berdebu tak banyak arti
Lembaran- lembaran kusam berwarna putih
Menari-nari dibisik angin dalam pandanganku
Mengantarkan lamunanku dalam dunia mimpi
Menggetarkan pijakan kuberdiri
Di atas lembaran- lembaran kusam
Berjejer kata syahdu ,indah, air mata berkalimat kehidupan
Tulisan tangan tak rapi seolah bercerita masa penjajahan
Percintaan, dan harapan.
Tersungkur aku berlinang air langit
Diantara lembaran-lembaran kusam
Terselip secarik kertas merah muda
Bermotif anyalir dan ilalang
Terbalut selembar surat berwarna biru
Tertulis namaku sebagai penyihir hidup
Terangkai pita berwarna putih di sudut kanan kertas
Memberikan arti hanya aku mengerti
Sampul hitam motif polkadot merah
Dia teman hidup di waktu dunia tertidur
Dia yang sesungguhnya pujangga
Pelukis namaku sebagai penyihir hidup
Secarik kertas dalam selipan sampul hitam
Dia kenangan yang terlupakan….

Selasa, 04 Januari 2011

SEANDAINYA

Seandainya aku punya keajaiban
Hal pertama yang ingin aku lakukan
Mengukir namamu
Di setiap serangkain bintang di langit
Biar seisi dunia tahu
Bahwa dirimu begitu berarti bagiku
Andaikan aku punya sayap
Hal pertama yang ingin aku lakukan
Membawamu terbang bersamaku
Melintasi dermaga langit dan tak akan kulepaskan
Andaikan aku dapat memetik bintang
Hal pertama yang akan aku lakukan
Membawanya untukmu
Memberikan cahaya di malammu yang gelap
Biar kau tak meringkup ketakutan di balik hitam
Andaikan aku dapat menjadi pelangi
Hal pertama yang ingin aku lakukan
Memberi warna di hidupmu yang hampa
Andaikan aku dapat menjadi malaikat
Hal pertama yang ingin aku lakukan
Selalu di sampingmu
Dan membuatmu slalu tersenyum
Tetapi aku bukanlah apa-apa
Yang dapat selalu membuat hidupmu sempurna
Aku juga tak punya apa-apa
Yang mampu selalu membuatmu tersenyum bahagia
Tetapi aku punya cinta untukmu
Yang mungkin dunia ini tak dapat menampungnya
Aku tak dapat memberikanmu apa-apa
Yang dapat membuatmu menatapku
Tetapi aku dapat memberikanmu cinta
Yang akan selalu menjaga cintamu
Aku dapat memberikanmu jasadku
Untuk menemani jasadmu sepanjang umurku

RINDU

Dentuman rindu
Terdengar di hatiku
Pujian indah berdecak di lidahku
Ukiran kenangan yang dulu
Terukir permanen di ingatanku
Kucoba menghapus bayanganmu di kepalaku
Tetapi aku tak sanggup
Kucoba menghilangkanmu dari memoriku
Tetapi sungguh aku tak mampu
Kau datang menyapaku bagai angin
Berikan cerita yang tak mampu kulupa
Tetapi kau pergi tanpa menanti
Berikan titik hitam yang tak mampu kuhapus
Aku masih ingin melihat senyumanmu
Yang dulu selalu tercipta di wajahmu untukku
Aku masih ingin tawa manismu
Yang dulu slalu membuatku damai
Andaikan kau masih ada di sini
Mendengarkan semua keluhku seperti dahulu
Mendengar caraku memanggil namamu dengan manja
Yang membuatmu tersenyum malu
Tetapi kau tak ada lagi di sini bersamaku seperti dahulu.

KESEDIHANKU

Jiwaku tak tentram mencoba mengertinya
Jasadku terlalu lemah mengikuti jejak langkahnya
Lidahku terasa kaku menjelaskan semuanya
Bibirku membisu tiada berdaya berhadapan dengannya
Kakiku membeku di atas tempatku berpijak dahulu
Tetapi tak ingin aku beranjak dari pijajakanku
Biarlah aku tetap di sini menatapnya dari jauh
Biarlah bulan tetap bersembunyi di balik awan demi sang bintang
Langit……..
Kapan bintang menyadari ketulusan bulan
Yang tiap detik di samping sang bintang
Menjaganya dan mengertinya
Langit……….
Kapan bintang bisa mengerti dan menerima bulan
Sebagai pelengkap malamnya yang indah
Walaupun bulan tak akan pernah menjadi seindah bintang

BINTANGKU TLAH REDUP

Malam ini bintangku tak lagi bersinar
Bukan karena aku melarangnya
Tetapi karena alasannya
Yang tak dapat kumengerti
Malam ini tiada lagi panggilan menyebalkannya
Sebutan untukku yang selalu membuat hatiku damai
Malam ini tak dapat lagi kudengar suaranya
Yang dulu selalu membuatku tertidur lelap
Karena rangkain katanya yang sederhana
Sederhana tetapi begitu merdu di telingaku
Malam ini tak dapat lagi kurasakan kebawelannya
Yang dulu selalu membangunkanku
Menyambut waktu subuh yang indah
Malam ini tak dapat lagi kurasakan kemarahannya
Seperti dahulu………
Sewaktu dia tahu aku belum beranjak bersujud di hadapan Pencipta
Malam ini aku tak dapat lagi mendengarkan ocehan nasihatnya
Seperti dahulu……….
Sewaktu aku bertingkah aneh
Malam ini aku tak dapat lagi mendengar nada kecewanya
Seperti dahulu………...
Sewaktu aku membuatnya kecewa di malam itu
Malam ini aku tak dapat lagi mendengar tawa dan candanya
Sewaktu aku berbicara yang membuatnya tertawa
Tawa yang selalu membuat hatiku damai di sampingnya.

MALAM SETELAH BULAN PERGI

MALAM SETELAH BULAN PERGI
Oleh :Mindiya


Warna jingga mulai menghiasi langit yang dari tadi pagi berwarna biru.lengkungan kuningpun mulai nampak di antara selipan awan yang mulai gelap.Matahari telah kembali keperaduannya setelah seharian menyinari bumi yang sangat indah olehnya.Kicau populasi burung pun mulai terdengar bercanda seirama kumandang azan yang terdengar dari arah barat.Suasana mulai gelap, hening mulai mencekram di antara selipan angin yang berhembus.Suara jangkrik pun mulai beradu di tengah keheningan.Seperti biasa gadis itu lagi- lagi sedang duduk di bangku panjang yang tepat berada di samping rumah yang kuanggap tak berpenghuni itu .Setiap sore gadis itu memang selalu duduk sendiri dan kadang- kadang aku melihatnya berbicara atau tertawa sendiri.Aku sempat berpikir kalau dia punya gangguan jiwa tetapi setiap aku berpikir seperti itu, aku langsung menghapusnya dari pikiranku.Aku tak mau berpikiran yang tidak- tidak tentang seseorang.Apalagi kalau aku belum tahu pasti kebenarannya.
Sampai lupa, namaku Ranaya Aditya.Aku baru saja pindah di kota Makassar ini.Maklum saja ayahku seorang tentara yang tiap dua atau lima tahun sekali pindah tugas.Aku dan ibuku selalu setia menemani ayah di mana pun ia di tugaskan.Aku dan ibu tidak pernah mengeluh apabila ayah lagi- lagi pindah tugas.Karena menurut aku dan ibu itulah risiko menjadi seorang istri dan anak dari pahlawan Negara itu.Aku sangat bangga pada ibuku, dia adalah sosok wanita sempurna yang aku kagumi apalagi ayahku.Bagiku, ayahku adalah orang yang paling tampan dan hebat.Aku sangat bangga pada mereka berdua.Kadang- kadang aku bosan kalau setiap hari ayah selalu saja punya kata-kata atau pujian yang membuat ibu tersenyum malu.
Hidupku memang sangat sederhana.Aku bukan berasal dari keluarga kaya tetapi aku sangat bahagia dan merasa sempurna memiliki segalanya, seorang ayah dan ibu yang sangat sayang padaku.Sekarang aku berumur 14 tahun dan seperti anak- anak remaja lainnya aku ingin punya teman bermain seusiaku juga .Tetapi entah mengapa aku sudah tinggal di kota Makassar ini sekitar satu bulan tetapi aku belum melihat dan menemukan anak perempuan seusiaku.Kecuali gadis aneh tetanggaku itu.Gadis itu selalu membuatu penasaran.Terkadang aku berniat menyapanya kalau aku lewat di depannya, tetapi kadang- kadang niat itu hilang seiring dengan mulai munculnya pikiranku yang aneh- aneh tentangnya.Aku memang suka berimajinasi tingkat tinggi sampai- sampai terbawa di kehidupanku sendiri.
Malam ini sudah ke tigapuluhlima kalinya aku melihat gadis itu lagi- lagi duduk sendiri di bangku panjang itu.Dia duduk sambil mengurai rambut panjangnya yang nampak tidak terawat.Gadis itu duduk dengan tatapan kosong dan seolah-olah ada sesuatu yang dia pikirkan.Tak sesekali dia memetik bunga melati yang tumbuh di sampingnya dan menyelipkannya di daun telinganya sambil bernyanyi yang kadang- kadang nyanyiannya itu membuatku merinding.Aku sempat berpikir apa gadis itu adalah drakula atau sejenis hantu, karena aku hanya dapat melihat gadis itu di malam hari saja setelah matahari terbenam.Aku berkata seperti itu karena ketika matahari mulai terbit aku tak pernah melihat gadis itu keluar rumah.Aku juga tak pernah melihat seseorang keluar dari rumahnya.Aku juga berpikir kalau dia hanya tinggal seorang diri di rumah yang besar tetapi nampak seperti rumah tak berpenghuni itu.Jelas saja aku mengatakan seperti itu, pekarangan rumahnya saja selalu nampak kotor dengan dedaunan kering belum lagi kalau malam hari rumah itu seperti tidak ada listriknya.Tak satupun cahaya dari luar yang nampak dari rumah itu.Aku pikir itu seperti rumah hantu.
Aku sangat penasaran sama gadis itu.Rasa penasaranku ini juga aku ungkapkan pada ibu, tetapi ibu selalu saja menganggap kalau aku hanya berimajinasi tingkat tinggi.Aku merasa ada sesuatu yang aneh pada gadis itu.Akhirnya teka-teki itu mulai terungkap satu persatu.Teka-teki itu mulai terungkap berawal dari sore itu.Sore itu aku mengajak anak tetanggaku yang umurnya sekitar tiga tahun bermain di halaman rumahku.Tiba-tiba saja bola yang kami mainkan bergulir ke arah rumah gadis aneh itu.Cepat-cepat aku berlari hendak mengambil bola itu.Tetapi langkahku berhenti ketika melihat gadis aneh itu keluar dari rumah besar yang ku katakan tak berpenghuni itu.
Kulangkahkan kakiku berjalan ke arahnya.Aku melangkah penuh keraguan tetapi aku tak boleh berhenti melangkah jika aku ingin memecahkan teka- teki yang selama ini aku cari- cari.Langkahku kemudian berhenti tepat di hadapan gadis aneh itu.Aku mulai gemetaran ketika gadis itu menatapku dengan tatapan kosong tetapi sangat tajam.Gadis itu mendekatiku dan berdiri hanya berjarak kira- kira 10 cm dari hadapanku.Gadis itu kemudian memegang pipiku tanpa berkata apa- apa.Aku kemudian menepisnya dan dia mulai ketakutan denganku.Dia kembali duduk di atas bangku panjang itu sambil mengangkat kakinya di atas bangku dan melipatnya sambil meringkup ketakutan.Akupun mulai mendekatinya dan menenangkannya.Aku berusaha meyakinkannya kalau aku tak berniat jahat padanya.
“Kamu kenapa?”, tanyaku padanya.Tetapi dia hanya diam saja.Aku mulai mendekatinnya dan menggenggam tangannya yang kurasa sangat dingin seperti es.
“Namaku Naya, aku tidak berniat jahat padamu.Percayalah padaku, aku bukan orang jahat.Nama kamu siapa?”, tanyaku lagi.
Mendengarku berkata seperti itu,dia kemudian menatapku dan lagi- lagi memegang pipiku sambil berkata.
“Kamu cantik”, kata gadis itu padaku sambil tersenyum.
Itu senyum pertama yang aku lihat dari bibir gadis itu.Senyum itu nampak begitu tulus namun di balik senyum itu ada sesuatu yang membuat gadis itu takut dan khawatir.Dari senyumnya nampak dia menyembunyikan kesedihannya.
“Nama kamu siapa?”, tanyaku lagi padanya.
“Nama?”, Tanya gadis itu.
“Iya, nama kamu siapa?”
“Namaku, namaku, namaku.”Gadis itu nampak bingung ketika kutanyakan namanya.Dia seperti orang yang kehilangan ingatan seolah- olah dia tidak ingat siapa namanya sendiri.
“Aku tidak punya nama.”Kata gadis itu.
“Kamu nggak punya nama?,(tanya Naya dengan sedikit keheranan).Kamu ini bercanda, masa sih kamu nggak punya nama”.
“Aku sama kamu beda”, kata gadis itu.
“Beda?aku nggak ngerti deh.”Tetapi gadis itu hanya diam saja menatapku dengan penuh arti.Tatapannya itu seolah- olah meminta bantuan padaku.Tetapi aku tak mengerti apa yang terjadi pada gadis aneh yang baru saja ku kenal itu.
“ya udah, gimana kalau aku manggil kamu Bulan aja,”kataku padanya.
“Bulan?nama yang bagus.”Gadis itu lagi- lagi tersenyum dan tiba- tiba memelukku.Dia memelukku sangat erat seolah memberi pesan padaku untuk tidak meninggalkannya.
Tiba- tiba saja aku melepaskan pelukannya ketika kudengar suara ibu memanggilku untuk makan malam.Kutatap Bulan dan memberikannya pengertian.Awalnya Bulan tidak mau melepaskan genggaman tangannya dari tanganku.Tetapi aku memberi pengertian padanya dan aku berjanji akan datang lagi dan bermain bersamanya besok.Akhirnya dia melepaskan genggaman tangannya dan membiarkan aku meninggalkannya.Aku melangkahkan kakiku ke arah rumah.Setiap dua atau tiga langkah aku berbalik menatap Bulan yang masih melekatkan pandangannya ke arahku.Melihat tatapannya seolah aku merasakan apa yang dia rasakan dan apa yang dia pendam.
Sesampainya di rumah aku menceritakan kepada ibu dan ayah tentang gadis aneh yang baru saja kuberi nama Bulan itu.Dan menceritakan kepada ibu tentang ada sesuatu yang membuat gadis itu selalu nampak ketakutan.Tetapi seperti biasa ayah dan ibu hanya menganggap kalau itu hanya imajinasiku yang tingkat tinggi.Tetapi aku tidak peduli apa ayah dan ibu percaya padaku atau tidak.Yang jelasnya aku harus cari tahu kenapa Bulan tumbuh menjadi anak yang berbeda dengan anak pada umumnya.Dan kau harus membuktikan bahwa khayalanku tentang dirinya bahwa dia adalah sebuah kloning itu salah.
Keesokan harinya setelah pulang sekolah aku menyempatkan diri bermain di rumah Bulan.Walaupun aku tahu Bulan tidak pernah nampak apabila matahari telah terbit, tetapi aku yakin kalau Bulan pasti ada di rumah.Aku kemudian mengetuk pintu rumah Bulan, setelah lama aku menunggu, tiba-tiba saja keluar seorang wanita tua yang kira-kira umurnya sekitar lima puluh tahunan.Wanita itu menatapku dan menanyakan maksud kedatanganku ke rumahnya.Akupun mengatakan padanya tentang maksudku yang ingin menemui Bulan.
“oh…kamu mau bertemu dengan non kloning?”, Tanya wanita itu.Mendengar wanita itu menyebut Bulan dengan sebutan kloning, banyak pertanyaan yang muncul di kepalaku.Kloning?apa maksud wanita itu memanggil Bulan dengan sebutan kloning.Terlintas lagi dipikiranku tentang dugaanku bahwa Bulan adalah sebuah kloning .
Setelah kukemukakan maksud kedatanganku, wanita itu tidak mengizinkanku bertemu dengan Bulan.Tetapi aku terus memaksa untuk bertemu Bulan.Tiba-tiba saja Bulan berteriak dari dalam menyuruh wanita itu untuk mempersilahkanku masuk.Kemudian aku masuk ke dalam rumah yang kukatakan tak berpenghuni itu.Benar apa yang seperti aku bayangkan, rumah itu nampak tak berpenghuni.Jelas saja setiap sudut di ruangan rumah itu nampak sangat gelap tak kutemukan satupun penerangan seperti lampu.Suara Bulan tiba-tiba mengejutkanku dan membuyarkan sejumlah pertanyaan di kepalaku setelah kutemukan banyak keganjilan pada Bulan dan rumah itu.
“Wanita tadi itu siapa?”, tanyaku.
“Oh dia adalah orang yang mengurus aku sejak kecil,”jawab Bulan.
Aku mengajak Bulan untuk keluar bermain.Namun Bulan menolak ajakanku itu.Pertanyaan aneh-aneh itu kembali muncul di pikiranku.kemudian aku memberanikan diri bertanya kepada Bulan tentang sejumlah keanehan pada dirinya.
“Kenapa sih kamu nggak mau main sama aku di luar?kamu nggak suka main ama aku?”
“Bukan begitu.”
“Terus kenapa kamu nggak mau main bersamaku di luar?”, desakku pada Bulan.
“Dari kecil aku punya kelainan, mataku tidak bisa kena sinar matahari langsung.”
“Oh, kamu sakit ya?pantas saja aku tak pernah melihatmu saat matahari telah terbit”, kataku pada Bulan.Tetapi Bulan hanya diam saja.Sepertinya ada sesuatu yang aneh dalam kehidupan Bulan.
“Aku takut”,kata Bulan padaku.
“kamu takut karena apa?”
Tetapi dia hanya diam saja tanpa memberikan jawaban sedikitpun padaku.Aku menatapnya dan berusaha menggapainya dan mendekapnya dengan erat.Kurasakan getaran jiwanya yang ketakutan.Aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi padanya.Tetapi aku tak mau banyak bertanya padanya, aku takut kalau pertanyaanku itu akan menbuatnya tidak nyaman.kemudian ku lepaskan dekapanku dan menatapnya dengan penuh tanya.Dalam beberapa waktu yang cukup lama kami hanya terdiam dan tiba-tiba dia kembali mendekapku dan memberiku liontin berbandul bulan.Entah mengapa aku merasa bahwa pertemuanku waktu itu bersama Bulan adalah pertemuanku yang terakhir.Tetapi aku menepis perasaan itu karena mungkin aku terlalu banyak berkhayal yang tidak-tidak.Tetapi dekapan erat Bulan membuatku merasa ada yang aneh.Dia mendekapku begitu erat sampai-sampai aku sedikit sesak.
Keesokan siangnya aku tidak singgah di rumah Bulan karena aku harus mengerjakan tugas sekolah yang harus kukumpulkan esoknya.Menjelang petang tugasku telah selesai.Aku kemudian menengok dari jendela kamarku namun aku tak melihat Bulan seperti biasanya yang selalu duduk di bangku panjang itu setelah matahari terbenam.Aku merasa aneh dan muncul pertanyaan kenapa Bulan tidak duduk di bangku itu lagi.
Aku sangat penasaran dengan semua itu.Akhirnya untuk menjawab rasa penasaranku itu aku datang ke rumah Bulan keesokan harinya.Tetapi di rumah itu hanya ada wanita tua itu.Wanita tua itu menangis ketika kutanyakan tentang Bulan.Melihatnya menangis aku kemudian bertanya pada wanita tua itu mengapa dia menangis.Kemudian wanita itu menceritakan semua tentang Bulan.Hatiku bagai diris-iris dan aku tak dapat percaya ketika wanita itu mengatakan padaku bahwa Bulan adalah sebuah kloning yang sengaja dibuat untuk menjadi pendonor organ-organnya untuk seorang gadis kaya seusianya yang menderita kanker hati dan leukemia.Aku sungguh tak dapat percaya itu semua.Mana bisa ada seseorang yang membuat kloning yang pada akhirnya akan di bunuh.Bulan juga manusia yang pantas mendapatkan kehidupan yang natural dari Pencipta.Hatiku sangat perih, batinku terasa dipukul batuan besar.Aku tak dapat menahan air mataku.Sungguh tak berkemanusiaan orang yang melakukan itu pada Bulan.Ternyata benar perasaan itu bahwa pertemuan itu adalah pertemuan terakhirku dengan Bulan.Sejak itu tak ada lagi Bulan di malam yang gelap itu.Aku sangat kehilangannya.Dan aku rasa malam juga sangat kehilangan Bulan.Selamat jalan temanku Bulan.Aku yakin kau masih ada di sini bersamaku.Aku yakin sekarang kau tak menjadi Bulan tetapi kau menjadi salah satu bintang yang bersinar terang di setiap malamku.

12 DESEMBER

12 DESEMBER
Oleh: Mindiya
Seminggu lagi tepatnya tanggal 12 Desember sudah cukup lima tahun aku menjalin hubungan dengan seorang lelaki yang sangat baik namanya Arfat.Tidak hanya wajahnya yang membuatku mencintai dan memujanya, tetapi juga hati dan tutur katanya yang selalu membuatku damai dan merasa sempurna di sampingnya.Tetapi sudah enam bulan ini dia tidak mengabariku tentang kabarnya.Dia tak pernah lagi mengirim surat padaku.Jangankan surat, pesan singkat (sms)ku saja tak pernah dibalas olehnya.Dua minggu yang lalu aku sempat menelponnya tetapi waktu itu kata penjaga pesantren dia tidak ada di asrama melainkan di Masjid sedang beribadah dan tak dapat diganggu.Lima hari yang lalu aku juga sempat mengirimkan e-mail padanya dan menanyakan bagaimana kabarnya.Tetapi lagi- lagi tak ada balasan darinya.Hatiku sedikit gundah mulai memikirkannya.Pikiran-pikiran yang tidak- tidakpun mulai menghantui pikiranku dan terus menerus membayangiku.Aku tidak dapat menyalahkan dia sepenuhnya atas semua ini.Karena ini merupakan sebuah komitmen kami berdua sebelum dia memutuskan mencari jati dirinya dan mencoba memperdalam agama islam dengan masuk di salah satu pesantren di kota Jakarta, kota kelahiran Arfat.
Saling percaya dan saling menjaga harkat, martabat , nama baik dan kehormatan satu sama lain.Itulah komitmen kami berdua ketika dia memutuskan untuk memperdalam agama.Aku sempat diajak olehnya untuk ikut mencari jati diri dan memperdalam agama islam, tetapi waktu itu aku masih menjadi siswi kelas tiga di salah satu sekolah swasta di Makassar dan aku tak mungkin meninggalkan pendidikan formalku yang tak lama lagi aku akan ujian akhir.Jadi kuputuskan untuk tidak mengikuti langkahnya.Aku tetap menjalani pendidikan formalku dan dia tetap bersikeras berangkat ke Jakarta untuk memperdalam agama.Awalnya aku turut bahagia dengan keputusannya empat tahun lalu itu yang sempat membuyarkan konsentrasiku memikirkan bagaimana diriku nanti setelah dia pergi meninggalkanku sendiri di sebrang pulau yang menjadi kendalaku.Aku tidak dapat menjalani hubungan jarak jauh dengan seseorang, tetapi entah mengapa mungkin karena rasa cintaku yang sangat dalam padanya aku mampu bertahan menjaga hatiku dan terus menunggunya dan berharap suatu saat nanti dia akan kembali padaku sebagai orang yang baru, yang diridhai Allah SWT.
Aku sempat lupa bagaimana wajah guardian angelku yang sekarang.Sudah kurang lebih empat tahun aku tak melihat wajahnya yang sangat polos sama seperti waktu kami bertemu dulu di SMA.Aku dan Arfat satu angkatan.Dan di masa SMA itulah kami bertemu dalam masa orientasi siswa di mana aku dan dia sama- sama murid baru yang polos dan belum ada cinta diantara kami.Aku masih mengingat bagaimana raut wajah menyebalkannya setiap kali dia mencuri bekal makan siangku yang dimasak mama setiap hari untukku.Wajah polos dan sok tidak tahu ketika kutanya di mana bekal makan siangku masih begitu jelas tersimpan di memori ingatanku.ketika dia menjawab dengan manisnya sambil nyengir tidak jelas padaku mengatakan kalau bekal makan siangku sudah almarhum.Seketika itu pula aku tersenyum rada ingin tertawa padanya.Tetapi setiap kali dia mencuri bekal makan siangku dan mengatakan bahwa bekal makan siangku sudah almarhun aku selalu memukul kepalanya dengan tempat bekal makan siangku.Dan setiap aku memukul kepalanya, dia akan langsung mengejarku dan hendak memukul kepalaku pula.Aku masih ingat waktu kami kelas satu SMA, kami pernah dihukum berdua karena tidak sengaja melempar tempat bekal makan siangku ke arah salah satu guru.Mulai hari itu aku sangat membencinya.Karena itu kali pertamanya aku dihukum oleh guru.
Hari-hari kami diwarnai dengan pertengkaran-pertengkaran yang mungkin membuat teman sekelas kami sedikit risih dengan suara gaduh setiap kali kami beradu mulut.Dulu aku sempat berpikir kalau itu adalah hari- hari yang menyebalkan dalam hidupku bisa kenal dan bertemu dengan orang seperti Arfat.Tetapi sekarang aku merasa kalau itu adalah hari- hari terindah yang pernah kumiliki bersamanya.Terkadang aku ingin saat-saat itu terulang kembali.Saat kami beradu mulut berdebat mempertengkarkan sesuatu yang tak penting di bahas, saat di mana kami dihukum lari mengelilingi lapangan karena ulah kami, saat Arfat selalu mencuri bekal makan siangku, saat dia tersenyum nyengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal setiap tertangkap basah olehku hendak mencuri bekal makan siangku.Aku ingin Arfat yang dulu yang selalu jahil dan seenaknya.Tetapi itu hanyalah keinginanku akan masa lalu yang tak mungkin terulang kembali karena aku sekarang hidup di dunia yang kujalani saat ini yang tak mungkin melangkah mundur ke masa lalu yang selalu kurindukan.
Aku dan Arfat memutuskan untuk mengakui perasaan kami masing- masing yang terpendam ketika kami di kelas dua SMA di mana kami dipertemukan lagi dalam kelas yang sama.Saat itu kami mengungkapkan berjuta gejolak sayang yang mungkin kini menjelma menjadi gejolak cinta yang awet.Waktu itu kami tidak lama lagi akan menjalani ujian semester untuk naik ke kelas tiga.Awalnya bukan dia yang mengungkapkan perasaannya tetapi aku yang terlebih dahulu mengungkapkan padanya tentang perasaanku.Awalnya dia mengatakan padaku kalau aku tidak lebih hanya sekedar seorang teman baginya.Aku terpukul mendengar kata-katanya itu.Hingga aku terus bertahan dan memberikannya waktu selama sepuluh bulan untuk belajar mencintaiku dengan tulus dan mencoba menerimaku apa adanya.Awalnya dia mengatakan kalau dia tidak dapat mencintaiku seperti apa yang kuinginkan.Ketika aku merasa penantianku itu semuanya sia- sia, aku memutuskan untuk berusaha melupakan cintaku padanya dan berusaha meneruskan hidupku yang mulai terombang-ambing karena sikapnya yang selama sepuluh bulan itu cuek padaku.Disaat kumulai menekan perasaanku padanya dan mencoba melupakannya, Tuhan memberikan jawaban lain padaku.Arfat datang padaku dan mengungkapkan perasaannya padaku.Dengan lantang dan keyakinan yang terpancar dari raut dan sinar matanya dia mengatakan kalau dia sayang padaku.Seketika rasanya jantungku meledak-ledak dan mataku terbelalak menatapnya yang nampak yakin dengan kata-kata yang telah keluar dari pikirannya.
Saat itu dia tidak memelukku, dia juga tidak menggenggam tanganku.Dia hanya tersenyum sujata arti padaku seolah cuma akulah yang dapat mengartikannya.Selama setahun kami pacaran di SMA tak pernah kami jalan berdua, pegang-pegangan tangan ataupun melakukan aktivitas yang biasa dilakukan para remaja yang di mabuk cinta pada umumnya.Kami menghabiskan waktu dengan saling mengoreksi diri dan saling mengingatkan serta saling menjaga harkat, martabat dan kehormatan kami sebagai seorang yang beragama.Hingga saatnya dia memutuskan memfokuskan diri mencari jalan untuk dekat pada Sang Pencipta.Awalnya aku merasa aneh dengan siakpnya yang tiba-tiba memutuskan untuk berhenti sekolah dan pergi ke pesantren dengan satu cita-cita yang tak pernah ia katakan padaku.Aku turut senang dan terus memberinya support dengan keputusannya itu.Sebelum ia pergi ke pesantren, ia sempat memberikan usulan untuk tidak melanjutkan hubungan kami, karena Arfat tahu betul kalau aku tidak dapat berhubungan jarak jauh dengan seseorang.Tetapi entah mengapa perasaan yakin apa waktu itu yang merasuki jiwaku dan mengatakan dapat bertahan dan menunggunya sampai kapanpun.Hingga kami bersepakat saling percaya, menjaga diri dan menjaga hati kami yang tercipta untuk saling mencintai satu sama lain.
Awalnya komunikasi kami lancar.Setiap seminggu sekali dia pasti menyempatkan diri untuk menelponku dan menanyakan kabarku.Dan terkadang dia bercanda dan membuatku cemburu kalau dia sedang tertarik pada seorang wanita.Tetapi ketika nada suaraku mulai melemah dia kemudian mengembalikan kekuatanku dan mengatakan kalau itu hanya candanya saja.Komunikasi kami sangat lancar selama tiga tahun belakangan.Tetapi selama dua tahun terakhir ini, komunikasi dengannya sudah sangat sulit.Terkadang sebulan atau tiga bulan sekali dia baru menelponku.Tetapi satu tahun belakangan ini aku tak pernah menerima telepon lagi darinya, melainkan hanya sebuah pesan yang tertulis di e-mailku yang entah mengapa kalau aku merasa itu bukan pesan dari Arfat.Tetapi kuteguhkan hatiku dan berusaha percaya walau membohongi diri kalau itu adalah pesan dari Arfat.Tetapi enam bulan belakangan ini, Arfat sama sekali tak memberikan kabar padaku.Terakhir dia menelponku setahun yang lalu tepat di hari ulang tahunku yang ke 20.Itu terakhir kalinya aku berbicara padanya dan mendengar suaranya yang waktu itu sangat lemah terdengar.Aku tak tahu apa yang terjadi padanya sampai-sampai dia tidak mengabariku selama enam bulan ini.Perasaan cemas bercampur kesal mulai membanjiri pikiranku yang khawatir karenanya.Sejak kepergiannya ke Jakarta, Arfat tak pernah kembali ke Makassar untuk sekedar melihatku.Katanya tak ada kesempatan yang banyak untuk pulang ke Makassar.Lagi pula katanya siapa yang hendak ia singgahi di Makassar sedangkan semua keluarganya telah pindah ke Jakarta bersamanya.
Sudah beberapa bulan perasaanku tidak tenang memikirkan Arfat yang tak juga memberiku kabar.Harapan satu-satuku adalah tanggal 12 Desember.Cuma itulah yang mungkin dapat membuat Arfat menelponku lagi.Tanggal di mana setiap hari itu Arfat selalu menyempatkan diri menelponku dan mengingatkan hari jadi kami yang sangat indah di memori itu.Dan seminggu lagi hari itu akan tiba.Dan aku harap Arfat menelponku dan memberikan kabarnya padaku.Aku tak sabar menunggu hari itu, rasanya ingin kulangkahi tujuh hari untuk segera berhadapan dengan hari itu.Tetapi rasa bahagia hendak menyambut 12 Desember sungguh membuatku selalu dibayang-bayangi rasa takut kehilangan Arfat.Aku yakin Arfat tidak akan meninggalkanku karena perempuan lain, karena aku tahu betul siapa Arfat.Orang yang selalu teguh pada pendiriannya.Seseorang yang sangat setia padaku.Jadi kenapa aku sempat berpikir dan takut akan kehilangan Arfat.
Aku sempat menanyakan kabar Arfat pada Dhigo sahabat Arfat waktu SMA dulu.Tetapi Dhigo selalu berkata padaku kalau dia tak pernah dapat kabar dari Arfat selama dua tahun belakangan ini.Tetapi aku merasa apa yang diungkapkan Dhigo padaku itu semuanya bohong.Aku merasa ada yang dirahasiakan Dhigo dariku tentang Arfat.Mana mungkin seorang sahabat dekat seperti dhigo tidak pernah mendapat kabar dari Arfat.Aku tahu betul, Arfat sangat bergantung pada Dhigo.Waktu SMA dulu setiap Arfat ingin melakukan sesuatu, dia pasti meminta pendapat Dhigo.Dan menurutku tidak mungkin Dhigo tidak tahu apa- apa tentang Arfat.Bagi Arfat, Dhigo adalah saudara baginya.Dan semua rahasia Arfat selalu ditampung ke Dhigo.Aku tahu Dhigo berbohong padaku, karena setiap kali dia berkata kalau dia tak pernah dapat kabar dari Arfat, dia selalu gelisah menjawabnya.
Namun aku berusaha sabar dan tegar menunggu kabar dari Arfat.Hingga hari itu tiba, 12 Desember.Hari itu hujan sangat lebat.Dingin hembusan angin dan suaru gemuruh air langit tak terasa lagi.Seharian ku duduk di depan ponselku berharap ponsel itu berdering dan ada seorang laki-laki yang berbicara dari sebrang sana.Berharap laki-laki itu adalah Arfat.Entah mengapa hari itu aku merasakan perasaan yang aneh menunggu kabar darinya.Tidak seperti biasa aku yang rada tidak terlalu berharap Arfat menelponku tiba-tiba ada hasrat yang bergejolak ingin segera menerima telpon darinya.Kutunggu telponnya tanpa pikiran yang macam-macam dan entah mengapa rasa yakin itu datang dan hati kecilku berkata bahwa Arfat akan datang padaku di hari itu.
Hujan semakin deras, suara gemuruh petirpun mulai mencengkram keheningan berbalut ketakutan di hatiku.Aku terus menatap ke arah ponselku dan sekali-sekali aku berbalik memandangi jam dinding di atas sofa.Tiba-tiba saja lamunanku buyar ketika kudengar seseorang mengetuk pintu sangat keras.Segera kuberanjak dari lamunanku segera membuka pintu.Kupikir itu mama yang telah pulang dari rumah nenek.Tetapi betapa terkejutnya aku ketika kubuka pintu dan melihat seorang lelaki mengenakan peci berwarna hijau dan memegang sebuah Al-Quran yang tak asing bagiku.Itu adalah Al Qur’an yang pernah kuberikan kepada Arfat di hari Ulang tahunnya yang ke 17.Benar, laki-laki itu adalah Arfat.Dengan baju yang basah kuyup dan tubuh yang nampak kedinginan dia tersenyum padaku penuh arti.Seperti senyumannya yang dulu yang seolah hanya akulah yang dapat mengartikannya.Tetapi ada yang aneh dengan Arfat, dia hanya menatapku dengan tatapan kosong dan berkata mengapa aku tak memakai kerudung berwarna merah jambu yang pernah dikirimkannya untukku.Karena merasa aku tak pernah dikirimi kerudung olehnya aku hanya terbengong menatapnya.Dan kemudian dia mengucapkan kata yang selama lima tahun ini aku tunggu.Betapa terkejut dan bahagianya aku ketika Arfat mengatakan dia mencintaiku karena Allah.Kemudian dengan spontan aku menjawabnya bahwa aku juga mencintainya karena Allah.
Melihatnya meringkup kedinginan dan wajah yang mulai pucat, kuambilkan dia selembar pakaian kakak laki-lakiku dan menyuruhnya masuk ganti baju sedang aku menunggu di luar.Dua menit kemudian Dhigo datang dengan wajah yang nampak sangat sedih dan mengatakan padaku sesuatu yang seakan membuat duniaku berhenti.Yang seakan membuat jarum jam berhenti berputar.Kata yang membuat batinku tersiksa hingga sekarang.Dhigo memberitahuku bahwa semalam Arfat meninggal.Rasa tidak percaya dan menganggap itu hanya bualan Dhigo aku hanya menatapnya aneh sambil menangis dan mengatakan dengan bersikeras kalau Arfat sedang ada di dalam rumahku dan datang padaku.Tetapi Dhigo segera menyadarkanku bahwa itu memang benar apa adanya kalau Arfat telah meninggal.Segera kuberlari memasuki rumahku dan mencari Arfat.Ternyata benar, Arfat tidak ada.Batin yang tersiksa dan jiwa yang tak dapat menerima semua itu membuatku tersungkur kaku.Tetapi aku yakin itu adalah Arfat, datang padaku dan mengatakan dia mencintaiku karena Allah.
Hari itu Dhigo berterus terang padaku bahwa ketika Arfat memutuskan ke Jakarta dan ingin memperdalam ilmu agama di pesantren, itu adalah semata-mata karena penyakit kanker otak yang di deritanya selama lima tahun belakangan ini.Arfat ingin lebih dekat pada sang Pencipta dan memanfaatkan sisa umurnya hanya untuk sang Pencipta.Dan dua tahun belakangan ini ketika aku mulai kehilangan komunikasi dengan Arfat, sebenarnya Arfat sedang menjalani pengobatan serius di Singapura.Dan selama enam bulan belakangan ini Arfat tak memberiku kabar karena Arfat koma selama enam bulan hingga malam itu Arfat dipanggil pada Yang Kuasa.Dhigo juga mengaku bahwa pesan singkat di e-mailku itu bukanlah pesan dari Arfat melainkan dari Dhigo yang diberi amanat sebelumnya pada Arfat untuk membalas semua pesanku dan menjagaku ketika suatu hari Arfat sakit parah.Hari itu 12 Desember, hatiku hancur dan seakan tak percaya bahwa rasa takutku kehilangan Arfat itu terjadi.Dhigo kemudian memberiku sebuah kotak berwarna biru berisi kerudung berwarna merah jambu dan pesan yang di tulis Arfat untukku setahun yang lalu dalam sebuah surat.


Untuk Kekasihku, Dhea……..
Assalamualaikum wr.wb………………….
Dhea, mungkin surat ini adalah surat terakhir dariku untukmu
Kamu tak akan mengerti apa yang akan terjadi padaku dan aku tak ingin kamu mengerti itu semua.
Suatu saat ketika aku tak dapat lagi menemanimu, jadilah perempuan beriman yang tegar
Aku tak ingin sebutir air matamu terbuang karenaku
Tentu kamu sudah tahu kalau aku tak akan pernah sanggup melihat kamu menangis
Jika Allah masih menginginkan kita untuk merajut tali pernikahan di hari nanti seperti impian kita
Pasti kita akan dipertemukan lagi, namun mungkin bukan di dunia ini
Jika kita tak dikehendaki bersama dan saling memenuhi syariat islam di dunia ini
Mungkin kita akan dipertemukan di tempat yang lebih indah dari dunia
Kerudung ini aku beriakan padamu dan aku berharap atas hidayah Allah dan karena Allah
Suatu saat kau dapat memakainya sebagai perempuan yang salehah
Aku mencintaimu karena Allah dan aku harap kamu juga mencintaiku karena Allah
Aku mencintai Allah dengan sepenuh jiwaku dan aku yakin Allah akan mencintaimu
Jika kau juga mencintaiNya melebihi cintamu padaku.
Selamanya kau adalah bulanku yang akan bercahaya walau tanpa kilau bintang
Maaf, jika disisa hidupku tak dapat kuberikan seutuhnya padamu
Aku mencintaimu Dhea…………………………………………
Kekasimu Arfat
CINTA BERTAKBIR

Sudah tiga tahun setelah Arfat meninggal, telah banyak yang berubah pada dunia ini tak terkecuali diriku.Sepeninggalan Arfat, aku berusaha menjadi perempuan yang tegar dan terus mencoba tak menoleh lagi kebelakang.Selama setahun ini, aku mulai mendekatkan diri pada Allah dan memenuhi perintahnya memakai jilbab.Aku melakukan ini bukan karena semata- mata karena amanat Arfat sebelum meninggal yang menyuruhku mengenakan jilbab.Tetapi itu semua aku lakukan karena Allah.Aku sadar telah lama aku jauh dari Allah, dan kini Allah memberikanku hidayah untuk lebih mendekatkan diri padanya dan mengenakan jilbab pertamaku dari Arfat.Tanpa kusadari telah banyak yang kulalui sendiri tanpa Arfat lagi di sisiku.Namun hingga saat ini aku belum bisa melupakan cintaku pada Arfat.Jangankan melupakan cintaku, membuatnya saja berkurang sangat sulit bagiku.Aku juga tak mengerti mengapa bayang- bayang akan Arfat di masa lalu masih terus menempati memori di otakku.Tak ada yang berubah, termasuk perasaanku pada Arfat.Aku telah mengikhlaskan Arfat pergi dengan tenang pada Yang Kuasa, tetapi rasa cintaku pada Arfat masih seperti yang dulu.
Terkadang aku menangis sendiri ketika mengingat kenanganku bersama Arfat.Begitu banyak kenangan dan memori- memori berarti bagiku saat bersama Arfat.Impian aku dan Arfat mengikat kami dengan tali pernikahan sebagai ibadah kini hanyalah kenangan.Tak terasa umurku yang semakin bertambah mengundang keinginan papa dan mama untuk menyuruhku segera menikah.Diumurku yang 24 tahun ini, aku merasa tertekan dengan desakan desakan mama da papa yang terus menyuruhku agar cepat- cepat menikah dengan orang- orang yang dipilihkannya untukku.Tak sedikit lelaki dalam setahun ini yang diperkenalkan padaku sebagai calon, tetapi diantara mereka tidak ada yang cocok untukku.Sebenarnya ini bukan hanya masalah cocok atau tidak cocok tetapi ini masalah hati dan masa depanku.Pernikahan bukanlah sesuatu yang main- main tetapi sesuatu yang sangat penting dalam hidup karena aku ingin pernikahan itu hanya sekali dalam hidupku.Baru- baru ini aku dikenalkan dengan lelaki muda lulusan Kairo bernama Ikhsan.Ikhsan adalah anak dari Ustadz Kahfi guru mengaji papa dan mama dulu.Entah apa yang papa dan mama pikirkan hingga mereka menjodohkanku dengan Ikhsan.Secara materi, agama, dan fisik, tidak ada alasan aku menolaknya.Aku tidak dapat mencari kejelekannya untuk kujadikan alasan pada papa dan mama untuk menolak dijodohkan pada Ikhsan.Aku baru sekali bertemu dengan Ikhsan, itu pun hanya beberapa menit ketika orang tua kami membicarakan rencana mereka untuk segera menikahkan kami dengan cara sebelum menikah harus ada perkenalan terlebih dahulu antara aku dengan Ikhsan.Aku dan Ikhsan berencana akan ta’aruf enam bulan sebelum tanggal pernikahann kami ditentukan.Aku tidak ingin mengecewakan papa dan mama lagi, hingga akhirnya aku menyetujui rencana mereka menjodohkanku.Aku tidak ada pilihan karena saat itu aku juga belum punya calon yang lebih baik dari Ikhsan yang akan kusodorkan dan kuperkenalkan pada papa dan mama.
Awalnya aku memandang ikhsan sebagai sosok yang sempurna.Secara fisik ia tidak diragukan, agamanya juga tak diragukan, dia lelaki yang sangat baik, tidak hanya dari tutur katanya yang lembut dan sopan tetapi juga dari sikap dan perilakunya pada semua orang.Dia lelaki yang pintar tidak hanya dalam urusan agama tetapi juga ilmu pengetahuan.Aku sempat tak mendapat cela keburukannya.Tetapi Ikhsan hanyalah manusia biasa yang lambat laun aku sadar kalau semua itu kepalsuannya.Entah mengapa dari awal aku meragukannya.Dia hanya berbuat baik pada semua orang jika aku ada di dekatnya.Tetapi ketika aku tak di dekatnya dia akan berbuat semena-mena pada orang.Sikap kasar dan egoisnya pun mulai ditunjukkan padaku.Hal ini aku sadari ketika dia memaksakan kehendakku untuk segera mengambil keputusan bersedia menikah dengannya.Entah mengapa rasa jijikku padanya mulai muncul sejak hari itu.Ikhsan tidak lebih dari lelaki pada umumnya yang memiliki nafsu setan.Tetapi apa yang harus aku lakukan, karena orang tuaku dan orang tua Ikhsan sudah sangat akrab.Tak mungkin aku memutuskan rencana pernikahan aku dan Ikhsan secara sepihak.Aku tak mau melukai hati papa dan mama yang akan malu pada keluarga Ikhsan jika aku mengacaukan rencana pernikahanku.
Aku berusaha mencintai Ikhsan dan menerima apa adanya dirinya, tetapi sungguh ini masalah perasaan yang tak dapat dipaksa dan diatur semudah membalikkan telapak tangan.Hingga akhirnya aku menaruh hati pada seorang lelaki yang berbeda akidah denganku.Dia adalah Vino hingga namanya berubah menjadi Muhammad Furqan.Aku tak mengerti awalnya mengapa aku bisa menaruh perasaan padanya, lelaki yang berbeda agama denganku, lelaki yang tak pernah kubayangkan akan hadir di hatiku.Aku masih ingat kali pertama aku bertemu dengan Furqan di Halte bus.Ia nampak menyantuni anak jalanan dengan wajah yang nampak tulus dan ikhlas tanpa ada kepalsuan.Waktu itu Furqan tak sekalipun menoleh padaku.Tetapi sungguh ampuni hamba Ya Allah yang mungkin pada saat itu aku telah melakukan perbuatan zalim karena aku tak dapat menjaga pandangan mataku akannya.Itu adalah awal pertemuan kami , dan tidak hanya sampai di situ.Aku dipertemukan kembali dengannya dalam kondisi yang benar-benar ku butuh seorang penolong.Malam itu aku baru saja pulang dari kantor karena ada lembur.Jalan yang paling dekat untuk cepat sampai ke rumah yaitu dengan lewat lorong kecil di sebelah masjid.Malam itu sudah pukul sebelas malam, jalan menuju rumah mulai nampak sepi, aku tak tahu kalau di lorong kecil rahasia itu ternyata kalau malam seperti itu banyak pemuda yang melakukan perbuatan maksiat dengan meminum minuman keras.Jantungku berdetak begitu kencang, pikiranku yang tidak-tidak pun yang akan terjadi pada diriku mulai menghantui.
Namun aku tetap melangkahkan kakiku, dan tiba- tiba saja satu dari pemuda itu menghadangku hendak memelukku tetapi segera kupukul kepalanya dengan tasku yang lumayan berat itu.Seketika pemuda itu tersungkur dan kembali bangun hendak berbuat yang tidak- tidak padaku.Akupun berteriak keras hendak meminta tolong.Dan tiba-tiba nampak dari balik kegelapan seseorang berpostur tubuh tinggi datang dan menolongku hingga akhirnya penglihatanku kabur dan aku tak tahu apa yang telah terjadi padaku.Pagi itu, aku terbangun dari tidurku dan mengira bahwa yang semalam itu hanya mimpi.Ternyata tidak, aku berada di tempat tidurku sendiri dengan mama yang menungguku semalaman dengan cemas.Mama menceritakan semua yang terjadi padaku.Malam itu benar- benar terjadi dan aku ditolong oleh seorang pemuda bernama Vino.Mataku terbelalak ketika mama menyebut orang yang telah menolongku.Kemudian terlintas bayangan orang yang menolongku malam itu.Hatiku mengatakan kalau dia pemuda yang kulihat di halte bus beberapa hari yang lalu sebelum aku ditolong olehnya.Viino, orang yang membuatku jatuh cinta lagi, orang yang membuatku merasa bahwa Arfat hidup kembali.Aku tak mau menyamakan Vino dengan Arfat.Tetapi begitu banyak persamaan yang kebetulan diantara Vino dan Arfat.Sikap jahil, lembut, sopan, ceria, dan peduli Arfat ada pada Vino yang kini kupanggil Furqan.
Hanya tiga bulan aku mengenal Furqan tetapi entah mengapa aku begitu mantap dengan Furqan.Orang tuaku tak tahu tentang hal itu.Aku sengaja menyembunyikan pada mereka tentang orang yang dapat membuatku jatuh cinta lagi.Setiap malam aku selalu dihantui rasa gundah akan cintaku pada Vino yang mungkin dimurkai oleh Allah.Ini memang salahku karena aku jatuh cinta pada Vino, orang yang berbeda akidah denganku.Aku yakin jika Vino memang jodoh yag dikirimkan Allah padaku, Vino akan selalu ada di sisiku.Tetapi jika memang Vino bukan jodoh yang tepat bagiku, Allah akan memisahkan kami bagaimanapun caranya.
Hingga sebulan menjelang pernikahanku dengan Ikhsan, tiba-tiba saja Furqan menghilang dan tak ada kabar.Padahal aku belum mengungkapkan perasaanku pada Furqan begitu juga dengan Furqanl.Aku yakin Furqan juga memiliki perasaan yang sama sepertiku.Tetapi Furqan selalu beranggapan kalau dirinya tidak pantas bagiku karena aku dan dia berbeda agama dan dia tahu betul aku tidak akan menerima seorang pendamping hidup dengan akidah yang berbeda.Perasaanku ketika Furqan tak ada kabar, seperti ada yang hilang dari hidupku.Sama perasaanku ketika Arfat memutuskan untuk ke Jakarta memperdalam agama.Rasa takut kehilangan Furqan sama dengan rasa takut yang pernah kurasakan ketika Arfat tak ada kabar.Aku takut jika sesuatu terjadi pada Furqan.Perasaan cinta dan takutku itu, aku ungkapkan pada papa dan mama.Tetapi sama seperti apa yang kubayangkan.Papa dan mama tidak akan setuju dengan cintaku itu.
Tak terasa hari pernikahanku dengan Ikhsan tiba.Sungguh aku tak dapat mendengarkannya mengucapkan ijab Kabul di hadapan penghulu.Aku hanya bisa menangis dan segera menghentikan Ikhsan mengucapkan ijab Kabul dan berlari meninggalkan Ikhsan.Aku tahu perbuatanku itu akan membuat orang tuaku sedih dan merasa malu.Tetapi aku tak dapat cinta pada Ikhsan.Apalah arti pernikahan yang suci itu tanpa cinta.Bukannya dalam islam jika ada paksaan dalam pernikahan itu haram dilangsungkan pernikahan.Karena islam tidak mengajarkan paksaan.Aku tahu apa yang kulakukan itu salah dan yang paling membuat orang tuaku kecewa karena lelaki yang aku cintai adalah orang yang berbeda akidah denganku.Orang tuaku sempat berpikir kalau aku sudah gila mencintai orang yang tidak lebih baik dari Ikhsan yang jelas- jelas adalah lelaki yang seakidah denganku, lelaki beragama yang baik di pandangan orang tuaku.Tetapi mereka tidak akan pernah mengerti bagaimana menderitannya aku mengikuti keinginan mereka yang selalu memaksaku menikah dengan orang yang tidak kucintai.Entah perasaanku waktu itu pada Ikhsan dapat dikatakan cinta itu hanya sebuah pengaplikasian pengabdianku kepada orang tuaku.Aku tahu mencintai seseorang yang berbeda akidah denganku itu kesalahan terbesarku.Tetapi aku tak ingin mengajari diriku menjadi orang munafik mengakui perasaanku yang sesungguhnya pada Furqan.
Sejak aku membatalakan pernikahanku, seperti apa yang aku bayangkan sebelumnya.Orang- orang membicarakan aku dan keluargaku yang tidak tahu malu membatalkan pernikahanku dan menolak Ikhsan laki- laki yang sudah tentu sangat sempurna di mata mereka.Aku memutuskan pernikahanku dengan segala pertimbangan sebelumnya.Dan aku tahu betul konsekuensi yang aku terima jika aku membatalkan pernikahanku.Biarlah aku dianggap tidak tahu diri karena menolak Ikhsan dari pada aku harus menghabiskan sisa hidupku seutuhnya bersama orang yang suaranya tidak ingin kudengar apalagi harus menghabiskan dan menyerahkan seluruh hidupku kepadanya.Jika aku menikah dengan Ikhsan, itu hanya membuatku menderita dan mengajarkanku menjadi orang munafik yang sangat dibenci oleh Allah.
Orang tuaku pun tidak henti- hentinya menyodorkan laki- laki mapan kepadaku.Aku tahu maksud mereka hanya ingin membuatku bahagia dan menyempurnakan sebagian agamaku.Tetapi sungguh sejak Arfat meninggal, tidak ada yang bisa menggantikan Arfat di hatiku selain Furqan.Tetapi aku tidak tahu di mana Furqan pergi.Dia pergi tanpa mengucapkan satu kata pun kepadaku.Rasa menyesal mengapa aku tidak mengatakan perasaanku padanya yang selalu menghantui dan merasuk jiwaku ketika aku memikirkannya.
Dua tahun telah berlalu.Aku menghabiskan waktu itu dengan menunggu dan berharap suatu saat nanti Furqan datang di hadapanku dan membawa hidupku pada kesempurnaan agamaku.Dalam waktu dua tahun itu, sepertinya orang tuaku tidak bosan- bosannya menjodohkanku dengan laki- laki yang mempunyai latar belakang keturunan sama denganku seperti apa yang diharapkan papa dan mama.laki- laki itu bernama Ikbal.Dia bukan lulusan kairo seperti Ikhsan.Dia juga tidak serupawan wajah Ikhsan yang dapat membuat gadis- gadis jungkir balik melihatnya.Tetapi dia adalah pengusaha batik terkenal di Yogyakarta.Dan menyisihkan sedikit waktunya yang kosong mengajar di salah satu madrasah Aliyah di kota Yogyakarta.Dia bukan orang Yogya asli.Dia lahir di Makassar.Ayahnya orang Makassar dan Ibunya orang Yogyakarta.Papa dan mama beranggapan kalau Ikbal yang terbaik untukku.Bukan hanya dia laki- laki yang sukses tetapi dia memilki akhlakul karimah yang membuat orang- orang menyukainya.Tutur katanya yang lembut dan sopan membuat orang tuaku tertarik menjodohkanku dengan Ikbal.
Aku memang tidak memasang target atau pun tipe tertentu dalam memilih pemimpin hidupku.Aku hanya membutuhkan tiga pertimbangan, iman, agama, dan akhlaknya.Tentunya ketiga pertimbangan itu sudah dipenuhi oleh Ikbal.Tetapi aku sama sekali tidak bisa mencintainya.Tetapi keluargaku dan keluarga Ikbal sudah membicarakan rencana perjodohan kami.Mereka juga menyuruh kami ta’aruf selama sebulan sebelum menikah.Dengan tujuan aku dapat mengetahui betul sifat dan sikap calon suamiku itu dan belajar membuka hatiku untuk Ikbal.Perasaan gelisah kembali melanda batinku apalagi jika aku mengingat kenangan yang pernah terukir bersama Furqan yang kuyakin dia cinta terakhirku.Masih ada waktu sekitar sebulan untuk tetap menunggunya kembali.Namun jika dia tidak kembali.Aku terpaksa harus menerima keinginan orang tuaku untuk menikah dengan Ikbal.Orang yang sesuai dengan apa yang aku inginkan namun tidak aku cintai.
Hingga hari itu tiba.Hari yang membuatku merasa berada di dunia mimpi.Vino kembali dengan nama Furqan.Hatiku sangat miris saat melihatnya dan mendengar suaranya memanggil namaku.Dia nampak berbeda dan sungguh dia bukan Vino yang pernah ku kenal.Bukan cuma penampilannya tetapi juga akhlaknya.Ternyata selama dua tahun ini, Furqan mendalami agama islam setelah dua tahun itu dia memutuskan untuk menjadi muallaf.Perasaan gembira, sedih, dan gelisah bercampur aduk dalam pikiranku saat itu.Gembira melihatnya datang kembali di hadapanku dengan senyuman yang selalu aku rindukan.Sedih karena harus berada diantara dua laki- laki yang sangat sulit aku pilih.Karena aku tidak ingin mengecewakan orang tuaku untuk kedua kalinya dan membuat mereka malu karena perbuatanku.Dan gelisah karena perasaanku yang tidak terungkapkan kepadanya.
Namun, seketika perasaan gelisah itu menghilang ketika Furqan mengatakan bahwa dia mencintaiku dan ingin melamarku dihadapan kedua orang tuaku.Perasaan deg- degan sekaligus bahagia menerjang jiwaku yang pernah hampa tanpa kehadirannya.Tak terasa air mataku membasahi pipiku yang tadinya memerah.Furqan menatapku dengan pertanyaan yang menerpaku.Dan kuceritakan semuanya.Termasuk rencana pernikahanku dua minggu lagi.Ku ungkapkan juga perasaan kecewa dan kesedihanku dengan rencana pernikahanku itu.Namun Furqan hanya tersenyum menatapku dan mengatakan kepadaku kalau aku tidak boleh takut, aku tidak boleh menyesal dan kecewa dengan keputusan orang tuaku.Jika kami memang telah ditakdirkan bersama, tidak satu pun yang dapat mencegah dan mengelaknya.Kemudian Furqan mengatakan kepadaku bahwa dia akan menemui papa dan mama untuk melamarku.Jantungku berdegup dengan kencang, rasanya kakiku tidak menyentuh bumi ini, mataku terbelalak menatap matanya yang mencerminkan ketulusan dan keseriusannya.Lagi- lagi air mataku tak dapat terbendung.Aku menjadi takut dan gelisah sendiri dengan kata- kata yang baru aku dengarkan dari bibirnya.Aku takut, cintaku ini menyakiti banyak orang.Keluargaku, keluarga Furqan dan bahkan yang lebih terluka adalah keluarga Ikbal yang telah menyimpan sepikul harapan di bahuku.Aku semakin gundah dengan apa yang kuhadapi di depan mataku sekarang.Dihadapkan pada percintaan yang tak direstui, pengabdian kepada orang tua,dan penghargaan atas kebaikan dan kesabaran keluarga Ikbal membuat kepalaku sungguh penat.Walaupun kini Furqan telah menjadi muallaf dan memiliki satu akidah dengan aku.Tetapi apa iya papa dan mama mau menerima lamaran Furqan yang tidak berasal dari satu latar belakang keturunan denganku?Apakah iya papa dan mama mau menerima Furqan yang pernah menjadi orang yang sangat dibenci papa dan mama karena beranggapan bahwa Furqanlah penyebab aku membatalkan pernikahanku dulu bersama Ikhsan laki- laki pilihan ayah dua tahun yang lalu?dan apakah setelah menikah nanti keluarga Furqan dan keluargaku dapat menerima aku dan Furqan?Apakah cinta yang kumiliki ini dapat melukai hati keluarga Furqan yang rela keluar dari agamanya dan menjadi muallaf?Banyak pertanyaan yang terlintas dalam benakku di kala itu.
Aku tidak ingin melukai siapa pun dengan cinta yang kumiliki ini.Apakah Allah akan mengizinkan dan meridhai pernikahan kami.Aku tidak ingin melukai hati kedua orag tuaku dan dikatakan sebagai anak durhaka.Tetapi aku tidak mungkin menikah dan menjalani hidupku dengan laki- laki yang sama sekali tidak aku cintai.Terserahlah saat ini orang hendak berkata apa tentang diriku namun aku harus mempertahankan cinta yang kumiliki dan kuberdoa disetiap penghujung malamku agar Allah meridhai rasa cinta yang kumiliki ini.Dan semoga Furqan jawaban atas semua keresahan dan kegelisahan jiwaku selama ini.Dan semoga Furqan lah yang dikirimkan Allah sebagai Imam dalam mahligai keluargaku kelak.Imam yang dapat memimpin dan membimbing aku dan anak- anakku kelak.
Seperti apa yang aku bayangkan.Dengan mengumpulkan keberanian dan iman yang sudah dirakitnya sejak dua tahun, Furqan melamarku dihadapan kedua orang tuaku.Gemuruh amarah papa mendengar Furqan melamarku seolah menggegerkan dunia tempatku berpijak.Isak tangis mama mulai terdengar sambil diiringi ucapan istigfar dan menatapku dengan tatapan yang penuh kekecewaan.Amarah papa semakin membludak ketika Furqan mengatakan bahwa ia ingin mempersuntingkan dan ia mau menjadi pemimpin hidupku.Namun seketika Furqan mengeluarkan kata- kata yang membuat hati papa dan mama luluh.Furqan mengatakan kepada papa dan mama bahwa dia memang bukan lulusan Kairo di Mesir, dia bukan laki- laki kaya yang dapat memberiku segala materi, dia tidak terlahir dari latar belakang keluarga yang sama denganku.Namun ia punya cinta yang diberikan untuk mencintai sang Khalik, ia tidak punya harta yang berlimpah namun ia punya kemampuan terus berusaha dan kegigihan untuk menghidupi aku kelak, dia memang tidak terlahir dari latar belakang yang sama denganku .Tetapi apakah hal ini dilarang oleh Allah dan apakah ada dalil yang dapat menjelaskan hal ini?Allah tidak pernah membeda- bedakan umatnya dengan strata, status, kedudukan, keturunan, pendidikan, kekayaan, atau pun kerupawanan.Namun Allah membedakan umatnya denga keimanan, agama dan aklhlak setiap umatnya.
Kata- kata dan keikhlasan Furqan yang terpancar dari kilau matanya membuat papa dan mama luluh dan mengizinkan Furqan mempersuntingku.Rasa senang dan bahagia merasuki jiwa kami ketika kami duduk sebagai sepasang pengantin yang akan menyempurnakan separuh agama kami.Air mataku tak tertahankan ketika keluargaku dan keluarga Furqan nampak sangat bahagia melihat kami duduk di atas pelaminan dengan cinta Allah yang menyelimuti dan mengizinkan pernikahan kami.
Masalah keluarga Ikbal, papa dan mama sudah berbicara baik- baik dengan keluarga Ikbal dan nampaknya keluarga Ikbal dapat menerima permintaan maaf aku dan keluargaku.Aku tahu bahwa Ikbal akan mengerti karena dia adalah laki- laki yang baik.Laki- laki yang sempurna.Dan bahagialah perempuan yang menjadi istrinya kelak.
Sudah empat tahun aku menjalani pernikahan denga Furqan dan kini kami dikarunia dua orang anak laki- laki yang tampan dan insya Allah berbakti kepada Allah dan orang tua.Kini kami tinggal di kota Semarang karena Furqan harus mengelola pabrik batik yang dibangunnya enam tahun yang lalu ketika dia memutuskan menjadi muallaf.Dan terakhir kali aku mendengar bahwa Ikbal telah menikah dengan seorang gadis pesantren dan kini mereka juga dikaruniai dua orang putra dan putri yang tampan dan cantik dan sangat sopan seperti Ikbal.
Subhaanallah wal hamdulillah walaailaahaillallah wallaahu akbar.